24 Desember 2008

Buat Saya, Everyday is Mother's Day

22 Desember 2008 is mother’s day. Seperti sore saat saya memberikan kecupan terakhir sebelum saya pergi meninggalkan ibu saya karena saya harus ke Solo, sore ini saya ingin bernyanyi sendiri dalam kekhusyukan, untuk sebuah persembahan terdalam dari saya.

Kuputar lagi recording-an kakak saya, dan selalu saya ingat tulisan ini :

Aku bisa mengangkat diri ini lebih tinggi

Karena ku tau, ada kau, sayap lebarku

Aku mampu menatap dunia ini lebih lapang

Karena ku anggap, kau lah mata besarku

Kau mengukir tanganku untuk lebih berani

Karena kau tau, angin besar itu tak sekali

Kau melukis wajahku untuk lebih tegar

Karena kau anggap, aku mampu melewatinya

Lebih dari apapun

Lebih dari segalanya

Kau tetap kan jadi

Wanita terkuat

Tiap hembus napasnya

Dalam detak jantungnya

Kau tetap kan jadi

Wanita terhebat

Saat ku tatap langit

Lebih merona

Ku tau kau sandarkan doa

Di punggung hatiku

Syair lagu di atas dinyanyikan saat ibu saya ulangtahun. 22 Juni 2008, bertepatan dengan ulang tahun Jakarta. Penuh haru saat itu! Tapi tak sekedar sinetronis yang melo yang kita tangkap dari masa itu, saat itu kita hanya ingin memberikannya kado manis yang paling berbeda. Bingkisan doa dan thanksgiving untuk ibu saya.

Sejarah pembuatan syairnya g pake acara rumit. Waktu itu, saya banyak waktu kosong karena masa transisi dari SMA ke dunia penuh tantangan, dunia sebenarnya di bangku panas perkuliahan. Ketika itu, saya selepas SMA, menunggu masa-masa penantian sebuah kepastian akan melanjutkan zarah hidup saya selanjutnya. Belum tahu kemana saat itu. Kini, sudah terjawab, toh akhirnya saya duduk di tempat yang bertitle-kan Sebelas Maret University.

Masa-masa itu adalah ketika saya jarang bertemu dengan teman satu kelas saya, teman belajar saya, teman satu darah perjuangan, teman gila di kelas, teman asik yang sukanya kongkow di kantin Pak Sarkim (red:sisa-sisa kenangan saja!), ataupun teman petunjuk jalan ‘istiqomah’ karena sering mengajak saya diskusi di mushola. Dan sebagainya, adek-adek kelas yang tak terlupakan merepotkannya (red:masa-masa MOS paling seru 2006). The last, kakak-kakak alumnus yang masih inget Paskib dan akan tetap memiliki jiwa satu korsa di dalam sana (menunjuk pada lambang kebanggaan kita, Bendera Merah Putih). Weitz! Enough, nostalgilanya, saya rasa! Sekedar flashback yang g penting sebenarnya.

Saya merasa akan ada alur ketika saya makin dewasa, meningkat pula rasa sayang saya pada keluarga saya. Ketika merasa pernah jauh atau kehilangan, ketika itu pula saya semakin mencintai keluarga saya. Sebelumnya saya tak pernah se-melo ini ketika membicarakan keluarga saya, apalagi ibu saya. Semenjak saya sering pergi ke luar kota, tes ujian masuk ini-itu, yang tak pernah kuingini kecuali saran dari orang tua, saya merasa ‘rindu teramat’ pada keluarga saya, terutama ibu saya. Home sick, bahasa menterengnya.

Inspirasi! Sebatas hal yang membuat saya membuka lebar mata saya tentang keluarga saya. Merasakan jauh dari orang tua adalah fase terpenting karena saya tahu “the real world”, yang akan terasa sangat berat ketika kita menjalaninya sendiri. Kedua……diberi kesempatan mengenal banyak orang termasuk yang paling “istimewa”, punya kelebihan yang saya yakin bisa menutupi kekurangan fisik mereka adalah fase terindah yang Tuhan anugrahkan untuk memperbesar rasa syukur saya, yang selama ini jauh dari kata “cukup”. Ketiga…..perasaan kehilangan anggota keluarga, sakit ataupun kecelakaan adalah penantian sebuah jawaban dari arti hidup yang paling hakiki “berpulang kembali pada Sang Pencipta”. Metafora-metafora di atas, harus saya akui telah meyakinkan saya bahwa keluargalah salah satu tiang penguat saya selama ini. Tugu pertahanan saya selama hujan badai mengancam pendirian saya. Dan sudah saatnya pula, tiang-tiang dalam hidup saya, saya sirami dengan apapun yang saya punya dan yang bisa saya lakukan untuk kebahagian mereka.

22 Desember. Hari ini adalah dimana orang mengenal dengan istilah nama ‘hari ibu’. Dengan kesibukan tugas berjibun, akhirnya sempat juga menuliskan posting bout "mOm" ini. Bagi saya, hari ini segala yang kusimpan ingin kucurahkan seluruhnya padanya. Segala yang pernah kupinjam ingin kukembalikan pada tempatnya. Segala yang kuimpikan segera ingin kuwujudkan atas nama beliau. Dan segala yang kuinginkan diatas segala-galanya akan kupersembahkan untuk kebahagiannya.

Satu pinta saya, “Mami…tersenyumlah??”Benar-benar dari hatimu. Meski setiap hari saya tahu senyum itu ada, tapi saya ingin senyum itu karena mami tak menahan apapun di dalam sini (saya menunjuk sendiri ulu hati saya). Ataupun sekedar “senyum” yang mengingikan saya tenang dengan kondisi mami. Meski sebenarnya, disini (lagi-lagi) saya tahu isinya. Mami…..saya mohon….

Senyum itu…seperti senyum di awal Desember, malam paling indah yang pernah saya lalui bersama teman saya, saat bulan tersenyum ditemani dua bintang penunggunya. Dan saya nikmati betul tiap menit saat saya bisa mengingatnya, bersama ibu saya tentunya. Saat-saat saya bisa mencium telapak tangannya, memeluk tubuhnya, hangat! Dan mengucapkan salam. “Mam, dias berangkat dulu. Ke Solo….”

[NB: sebelumnya saya pernah menulis di wordpress tentang "hormat-hormat yang lain", inilah maksud saya. Orang tua saya,, tak lebih dari itu. Aneh, kenapa orang yang membacanya, mengira yang tidak-tidak.]

Hari ini, tepat pengakuan itu akan dideklarasikan dari kami bertiga, tiang tegak yang terus berdiri mengelilingi benteng pertahanan ibu saya. “Ada pengakuan dari kami, mam.” Sebuah pengakuan bagi kami betapa hebatnya ibu saya itu. Karena selama ini hanya kami yang tahu kehebatannya. Tak banyak yang tahu, karena kami ingin menyimpannya untuk sebuah penghargaan dan penghormatan dari anak-anaknya yang selalu mencintainya.

Lovely yours,

Your son n 2 daughters,

[Agung, Uci, Dias]

09 Desember 2008

Kharismatik ato Koruptorik

Kajian teologis tentang kharisma
Akan mengingatkan manusia
Penerima kharisma untuk
Mempertanggungjawabkannya
Kepada Sang Pemberi Kharisma,
Dan tidak menggunakannya secara
Sewenang-wenang, dalam tugas apapun,
Termasuk di dalam bidang politik.
Secara politis, Sukarno dengan kharismanya yang kuat
yang berjuang demi keutuhan bangsa –
yang amat majemuk ini –
dan komitmentnya bagi kaum tertindas.
Mengilhami kita, pemuda & pemudi Indonesia
Untuk berdikari menjadi calon-calon
Pemimpin masa depan untuk mengantar rakyat
Menuju Indonesia baru,
(Pdt. Weinata Sairin, M.Th)

Bicara pada satu line “kharisma”, kita akan teringat sosok yang satu ini. Sosok yang berseru keras, “Berikan aku 10 pemuda maka aku akan menaklukan dunia”. Wuih, hebat benar kalimat itu. Saya pikir! Soekarno-nya yang hebat? Atau pemudanya yang mampu memback-up Soekarno hingga dunia takluk di atas tangannya?

“Kharismatik”. Tipikal orang seperti ini memiliki kelebihan, secara tinjauan “Personality Psychology” adalah kemampuan magnetis personality yang dimilikinya. Kemampuan daya tarik yang dimilikinya mampu membuat orang lain masuk dalam pengaruhnya.
Lantas, saya berkutat pada tuts di laptop, berhenti sejenak.......
Emmm, berhenti lebih lama....
Berpikir.......

Yah, saya pikir kharisma itu bisa bertombakkan bilah pisau yang negatif jika si pemilik pedang, menganggapnya sebagai alat pemikat. Tapi, lain cerita jika si pemiliknya menggunakan ujuk tombak di situ sebagai mata hati yang seharusnya dirawat, dengan iman-taqwa-dan kebaikan.

Jika mengutip penuh ucapan Weinata, tentang dunia per-politik-an di Indonesia. Apakah tak lepas dari figur-figur kharismatik yang dipajang di papan dasbor periklanan? Dijadikan tampilan menarik yang berujung pada kepentingan memikat banyak “masa” pendukung. Sekedar pemulus jalan, menuju kemenangan golongan. Huff, cape de! Selalu hanya sebagai “alat” politik. Jika benar adanya, dugaan saya, garis lurus ke depan adalah sangsi yang besar ketika melihat tokoh-tokoh yang mulai beredar di kancah perpolitikan menjelang pesta poria pemilu 2009. Semuanya sekedar “kedok”. Tujuan akhirnya hanyalah kemenangan. Dan wajah-wajah berkharisma itu, hanyalah “alat”. Iklan yang mengharukan adalah “cara”. Sedangkan cerita dari sang “Balon(bakal calon)” penuh sosialis itu....bisa saja “bulshit-an-nya”. Upz, maaf. Saya hanya mencoba jujur.
Wah, seru, saya bilang! Dunia perpolitikan makin dikomersialkan dengan iklan-iklan yang banyak bertebaran di TV. Dan sisi kharismatik ini, menurut saya akan luntur bersama torehan “hitam” dari si empunya.

9 Desember, “Hari Anti Korupsi Se-Dunia”. Mudah-mudahan jiwa-jiwa kharismatik ini, bukan sekedar topeng penutup wajah-wajah mafia koruptor. Karena sekali lagi saya bilang, jiwa “kharisma” ini hanya akan muncul jika si empunya memikirkan kebaikan RAKYAT.

23 November 2008

Behind The Scene “SSC”, ada lorong panjang!

Pukul 17 lewat lima, saya dan teman saya melewati lorong-lorong sempit sekitar daerah Solo yang terkhusus diberi nama wilayah Serengan. Dari jembatan besar, kita belok kiri, mengikuti arus sungai beberapa meter saja, ambil sudut ke kanan, melewati jalan setapak yang sempit dan berjubel rumah-rumah warga berdempetan. Pemandangan sore yang tiba-tiba membuat saya menemukan celah baru. Dari kepenatan yang memenuhi otak saya di akhir pekan ini. Sendiri, ditinggal teman-teman saya ke Delanggu dan Jogya, sementara saya tidak bisa kemana pun karena “sebuah alasan”.

Sore itu ramai! Ramai warga dengan segudang aktivitasnya. Ada yang sedang menjajakan gorengan, duduk-duduk bergerumul dengan tetangga satu lorong, notabenenya rumah mereka yang nampak seperti deretan rumah susun. Cukup rapat bahkan hampir tak ada celah jarak antara rumah satu dengan rumah lainnya. Anak-anak yang berlarian, silih berganti memenuhi gang sempit sepanjang lorong. Ataupun deretan pemuda yang memetik gitar dan memenuhi lapangan badminton ala kadar, saya bilang. Karena masih bertepikan tanah dan belum layak pakai. Seperti tak terawat.

Sepertiga perjalanan kita, saya merasakan point of view yang lain dari deretan rumah-rumah yang kita lewati. Ada kesenjangan di sela-sela keramaian sore itu. Rumah-rumah besar tetap ada yang bertengger disekeliling induk-induknya yang tak sebanding jika dilihat area samping kanan-kirinya. Gambaran sudut seratus delapan puluh derajat! Bahasa saya, masih ada bangunan indah diantara rumah tipe SSSS (Sempit, Selonjor Saja Sulit). Maaf! Tapi inilah gambaran sore itu yang saya tuliskan jujur dari penglihatan saya. Karena...”apa yang kita dapatkan adalah apa yang kita lihat.”

Deskripsi suasana yang saya torehkan di atas adalah habitatnya anak-anak Serengan yang menyimpan sejuta harapan untuk tetap bisa belajar pada jam malam ketentuan PemKot, wajib belajar malam pukul 18.30 – 20.30 WIB (Waktu InsyaAllah Berubah). Di atas segalanya, kita bisa melihat betapa mereka melewati malam yang terkadang banyak menggoda mereka untuk tidak belajar. Bayangkan jika ruang belajar mereka menjadi satu ruang dengan ruang TV, atau satu petak untuk banyak hal yang dilakukan dalam satu keluarga. Belum lagi jika teman sebelah rumah mereka mengajak bermain, pastilah terdengar dan menjadi dorongan lebih besar pada mereka untuk lebih memilih bermain.

Sekarang kita bicara Bout ”SSC”, wadah dimana anak-anak Serengan belajar bersama-sama. Serengan Study Club, sebuah wadah bimbingan belajar kelompok untuk anak-anak Sekolah Dasar kelas 3 – 6 dengan materi pembelajaran: Matematika-IPA, IPS-Bhs.Indonesia-B.Inggris. Berdiri pada tahun 2007 di bulan ke sebelas, pada zamannya Totalitas’s Cabinet. Kemudian dilanjutkan oleh Berkobar’s Cabinet. Dan kini akan tetap berlanjut untuk periode ketiga. Meski kami menggunakan waktu 2 kali seminggu, yaitu Senin dan Kamis. Jam bimbingan belajar pukul 18.30 – 20.00 WIB, mudah-mudahan dua kali pertemuan yang kami rancang untuk mereka bermanfaat bagi penyelenggaran pendidikan anak bangsa. Wuiuhh! Berat ya, kalo udah bicara soal pendidikan, didikan, atau pun pendidik. Berat di ongkos, karena sekarang biaya pendidikan makin melejit setaraf garis kurva linier.

Saat menulis, backsound di bawah ini membuat saya teringat guru SD saya dulu. Dari beliau saya terbantu melihat potensi dan bakat saya. Pak Padi dan Bu Yanti (Dari kenangan manis saat bandel-bandelnya saya. Karena kapok, jadi langsung tobat! Haha,)

Pagiku cerahku
Matahari bersinar
Kugendong tas merahku
di pundak

Selamat pagi semua
Kunantikan dirimu
Di depan kelasmu
Menantikan kami

Reff : Guruku tersayang
Guruku tercinta
Tanpa mu apa jadinya aku
Tak bisa baca tulis
Mengerti banyak hal
Guruku, terima kasihku

Nyatanya diriku
Kadang buatmu marah
Namun segala maaf
kau berikan

(AFI Junior : Terima Kasih Guruku)



17 November 2008

everlasting moment!

Menurut KBBI Edisi ketiga, demisioner berarti keadaan tanpa kekuasaan (msl suatu kabinet dsb yang telah mengembalikan mandat kepada pemegang kedudukan berikutnya, tetapi masih melaksanakan tugas sehari-hari sambil menunggu dilantiknya kabinet yang baru). Begitulah saya mencoba memahami maknanya, tak sekedar membaca kontekstual dari buku yang ada dipangkuan saya ini. Siang ini saya melewati lorong kesepian. Benar-benar sepi! Dulu, paling tidak ada ibu-ibu yang stay on terus. Sekarang, nihil! Saat melangkah saya menganalogikan sendiri, bahwa dalam langkah saya ini ada dua langkah global, yaitu perubahan dan pelepasan. Itulah putaran roda yang terus akan menuntut pembaharuan. Utamanya saat menyinggung yang namanya kontinuitas sebuah lembaga pergerakan mahasiswa, tak selamanya tersambungkan oleh benang lurus yang tak kan pernah putus dan berganti. Selalu ada dinamikanya! Perubahan! Pembaharuan! Dan Pergantian Kader, artinya akan ada orang-orang baru disini. Itu variasi, namanya. Something different n pluralisasi! Not bad! Like it! Dan saya suka dinamika itu. Tapi sosok yang telah “ada” dan sudah saatnya berganti haluan pada “langkah lain”, seperti kakak-kakak saya mba Ririn, mba Sonia, mba Dita, mba Putri (Princess), mba Sri, dll yang akan selalu saya rindukan, sudah saatnya pula “harus berada di tempat lain dengan prioritas lain pula”. Inilah yang dinamakan “Pelepasan”. Bagian ini yang paling tidak saya sukai.

Sebelum melewati pos yang saya bilang tadi, “pembaharuan” pastinya akan ada masa “kosong”. Sebelum melalui pos yang saya bilang tadi, “pergantian” pastinya akan ada fase “lepas”. Apa yang kosong? Dan apa yang di lepas? Saya hanya bermain analogi saja. Karena jujur, demisioner tahun ini berbeda dengan sebelumnya. Karena di sini saya lebih merasa “kehilangan” ibu-ibu dan “sesepuh” (maaf jika saya menggunakan sebutan ini untuk orang-orang yang saya hormati dan banggakan, untuk orang-orang yang saya serap ilmunya ketika mereka ber”ulah”, untuk orang-orang yang banyak memberi saya referensi “pembelajaran” hidup, sikap-sikap pergerakan, dan pemikiran saya dalam menjelajahi roda kehidupan yang pastinya naik-turun. At least, untuk orang-orang yang banyak berkontribusi untuk BEM Berkobar).

Masa “kosong” inilah, yang saya pahami dengan sebutan “demisioner”. Karena tiba-tiba suasananya benar-benar sepi. Ibu-ibu lebih memilih at home, koz, atau opsi lain yang istilah baru ibu-ibu kalau ke sekre adalah “sekedar mampir”. Hikz! Melihat tujuan yang mereka usung, memang baik untuk pendewasaan kita-kita yang pastinya sudah saatnya tak selalu bergantung pada beliau-beliau. Tapi saya mengistilahkan sendiri kondisi yang terjadi sekarang ini…masa yang bisa dibilang benar-benar “kosong”. Pemahaman saya jatuh pada fase yang dibilang demisioner tadi, tapi saya sendiri merasa ragu antara masa demisioner ataukah sedih lebih dini? Karena kita masih punya satu proker “bout TO2” dan kita tak melihat lagi “sesepuh-sesepuh” kita. Sebenarnya apa sih, yang menjadi substansi “pas” untuk menyikapi masa-masa seperti ini? Menyiapkan kader dengan melepas kita-kita perlahan tapi menurut saya, ekstrem! Karena berdasarkan kurva penglihatan saya, ibu-ibu porsima tiba-tiba menghilang (ini istilah saya saja, meski sebenarnya mereka masih nongol dengan intensifitas yang berbeda dengan yang dulu). Yah, lagi-lagi sudah ada perubahan. Dari sini saja sudah terlihat jelas, konstruk perubahannya. Dan akan menanti perubahan-perubahan lainnya.

Masa “lepas” inilah, yang saya pahami sebagai masa didik buat kita-kita. Masa disaat yang “sepuh” mulai melangkah di tempat lain dan untuk prioritas yang lain pula. Masa-masa disaat yang muda (penerus estafetisasi berikutnya) meneruskan sebuah amanah yang kita bilang, “tonggak pergerak mahasiswa”, menjadi fase pembelajaran “berdikari” bagi kita. Mandiri tanpa dampingan para “sesepuh” yang notabenenya, selalu membantu dalam segala hal, pendampingan setiap moment, dukungan “real” menutupi kekurangan kita yang terkadang terlupa dan terlewat, tak sempat terpikirkan oleh kita tapi terjangkau oleh pemikiran para “sesepuh” kita. Huph! Saya menghela napas sebentar dan sudah saatnya menyadari lebih dini, waktunya telah tiba yaz! Presiden baru sudah dilantik dan perubahan besar akan terjadi setelah ini.


12 November 2008

Sister in Solo

Jujur, sungguh terlalu ekstream ketika saya tak melihat lagi sosok-sosok yang biasanya bertengger di Porsima (Sekre BEM). Entah, ini hanya reaksioner atas kondisi yang terjadi minggu ini atau sebuah emosionalitas yang berlebihan, saya tidak tahu. Dan saya hanya mencoba merasakannya untuk sebuah ketulusan yang ingin saya kadokan buat kakak-kakak saya. Pastinya saya akan selalu merindukan IBU-IBU PORSIMA, thx a lot to my inspirators: mba Ririn (selalu ada “ra ceto” untuk setiap diskusi yang sering kita lakukan-di pojokan Porsima-pojokan Mawa-di bawah rindangnya pohon depan Mawa-atau di tempat tercinta mba Ririn, Serengan Study Club. Tak kan ada sosok yang semangatnya over load dalam menyikapi SSC. Beruntungnnya saya bertemu dirimu, kakak. Karena kalau tidak, saya tidak akan bisa bertahan sampai di sini, pada tahap pertahanan saya saat ini), mba Sonia (selalu ada senyum misterius yang membuat saya penasaran, dan logikalitas yang dimiliki mba Sonia, yang saya kagumi), mba Dita (sosok “ibu” banget yang saya temui di Porsima tahun ini dan tak ada yang menandingi kesabaran beliau), mba Putri (diskusi paling berkesan ketika dias hampir saja ditimpakan “bom atom” yang sangat berat dan perlu pertanggungjawaban yang lebih besar dari sebelumnya, “to the point” ! inilah sisi yang saya suka dari mba Putri. Dan “ke-Galak-an” mba Putri yang bakalan jadi trade mark “Berkobar” tahun ini. Dan pastinya buat semua orang yang sering ke Porsima ataupun yang jarang, kadang, atau yang tidak pernah sama sekali. Sekedar ingin mengucapkan terima kasih untuk kebersamaan kita tahun ini.
-pernah saya hapus, dan muncul kembali untuk kakak-kakak saya-

01 November 2008

Bersyukur atas Anugrah Tuhan

Ketika saya melihat kembali, pada album teman-teman dari Rehabilitation Centre-Depsos, maaf jika saya menitikkan bekas pada mata saya yang sembab. Luar biasa mereka! Ada semangat yang tak tertemukan dimanapun yang pernah saya lihat sebelumnya dari mereka. Mereka datang dari seluruh penjuru kota seantero Indonesia. Dari ujung timur sampai ujung barat. Membawa harapan! Harapan yang mereka bawa sampai nantinya mereka diberi kesempatan merasakan kondisi fisik yang lebih baik dan pastinya perbekalan ketrampilan yang sangat membantu penghidupan mereka selanjutnya. Karena mereka tidak akan dimotivasi untuk bergantung pada orang lain, apapun kondisi mereka. Sekali lagi, luar biasa! Mereka tak melihat badan tubuh mana, yang (maaf) teristimewa, tak lengkap (sekali lagi maaf) atau istilah medisnya, deprivasi bagian tubuh tertentu.

Dua hari! Saat itu saya diberi kesempatan mengenal mereka, berbincang, dan bercerita. Berada disekitar mereka adalah anugrah. Mengerti keadaan mereka dari dekat adalah pemaknaan hidup tersendiri bagi s
aya. Karena mereka memberikan pembelajaran luar biasa buat saya! Satu hal yang membekas sampai saat ini, yaitu mereka memiliki sesuatu yang magnetis. Mereka memiliki tarikan energi yang sepertinya menyulap kekaguman saya pada mereka. Energi berdikari! Dalam kondisi apapun! Bahkan dalam keterbatasan! Yang menurut saya, orang lain bisa saja sudah putus asa jika mereka tak bisa berjalan karena kaki mereka..... tak bisa menggunakan kedua tangan lengkap karena tangan mereka....... tak bisa bicara karena mulut mereka... Tapi, semua itu tak mematahkan energi tersebut. Pancaran langka yang saya temukan dari diri mereka. Yaitu.....harapan! Yaaa, harapan mereka adalah...... Bisa berkarya, melejitkan potensi yang mereka miliki. Karena mereka meyakini bahwa di atas keterbatasan, Tuhan menganugrahkan kelebihan lain untuk kita. Dan sisi inilah yang ingin mereka optimalkan. Teruslah hidup dengan energi itu kawand!!
(moment have been created on 14-15th August 2008)

17 Oktober 2008

ANALOGI AIR

Aku mulai melangkah lagi. Tanpa mengenyampingkan kehidupan lain yang terus berlalu lalang dalam hidupku. Ketika aku melihat Pak Tani yang lebih antusias memikirkan rakyat Indonesia untuk membantu setidaknya mengurangi import pangan pokok, ketimbang kondisi remaja kebanyakan yang asyik me-nyabu, nge-drugs, merokok, dan semacamnya yang sia-sia. Itu membuatku prihatin!

Tetap! Aku akan terus mangalir!
Mengamati dari kejauhan bahwa masih tetap ada yang memperhatikanku. Mengabadikan diriku yang masih bersih. Kemudian ada pula yang lebih tertarik pada kecanggihan manusia, seperti Devon dengan kameranya. Atau si kecil berambut panjang yang senantiasa bersyukur dengan keterbatasan dan kekurangannya. Subhanallah!
Kemudian aku kembali menoleh ke arah barat daya dari posisi Pak Tani yang tetap berjuang. Aku terus belajar memahami manusia. Terus bergulir bersama derunya ombak yang bergelombang. Menyigap sela-sela keramaian orang-orang pada kesibukkannya masing-masing. Bahkan manusia yang terlalu sibuk tidak pernah peduli pada lingkungannya. Sampai akhirnya, terkadang sekilas saja aku berpikir untuk meluapkan semua perlawanan dalam diriku. Ketika kecorobohan umat kalian menjadi salah satu penyumbang sebab kondisiku saat ini, ingin rasanya kaumku berkata dan berteriak keras bahwa aku ingin diriku yang bebas mengalir mengikuti arus kehidupanku tanpa sisa-sisa limbah dan sampah kehidupan dari kalian. Aku merasa kalian mulai merogoh ke dalam duniaku, menusuk dari belakang, merusak, dan menyakitiku.

Kini orang-orang sedang takluk pada kekuasaan tertinggi globalisasi, kemampuan terbesar era modernisasi. Plastik, pabrik kian banyak menjulang tapi kurang bertanggungjawab akan residu mereka, dan pencemaran mulai dari darat sampai udara bahkan diriku yang tak luput terkena imbasanya, serta kasus-kasus illegal logging yang semarak mewarnai head line koran tahun ini, telah merampas habis tempat peristirahatanku. Lupa akan diriku yang telah menghidupi kalian dengan kebermanfaatanku.

Aku akan lebih senang pada orang yang lupa daripada yang tidak menghargaiku atau pura-pura lupa untuk segala manfaat yang kemudian dicampakkan begitu saja. Atau bahkan, aku lebih benci lagi pada mereka yang pura-pura tidak tahu bahwa mereka telah merusak komunitasku, melukai habitatku, memenuhi wadah penolongku dengan racun hingga membuatku sesak sampai aku sendiri bingung, akan kukemanakan luapan perasaan yang telah menyumbat arus kehidupanku menjadi makin sumpek ini ?
Kalian egois! Kadang kalian serakah? Kalian selalu menyalahkanku ketika bencana datang. Ketika banjir menyulut kalian. Kalian selalu menyalahkan alam atas tragedi yang terjadi. Asal kalian tahu bahwa aku tidak pernah sedikit pun berniat merusak kehidupan kalian. Justru sebuah hubungan mutualisme yang menjadi ekspetasi dari lubuk hatiku untuk berinteraksi dengan kalian. Ketika kalian membutuhkan setetes air untuk makan, seember air untuk minum, atau bahkan sebak air untuk mandi. Tidak ada kata lain selain, jagalah diriku – rawatlah untuk anak cucumu selama aku masih bisa sejernih awan setelah hujan atau sebersih kulit bayi seperti setelah dilumuri minyak atsiri.

Tidakkah kalian berpikir untuk saling menjaga apa yang menjadi peran kita maisng-masing. Bukan karena keserakahan. Bukan karena kemalasan. Bukan pula karena ketidakpedulian kalian. Apa artinya pura-pura tidak tahu padahal kalian bisa berpikir dengan otak kalian untuk mengantisipasi setiap bencana daripada memusuhi alam. Alam dan diriku hanya berputar mengikuti musim. Bergerak mengikuti insting. Tak bisa berpikir tapi bisa merasakan bahwa mencelakai manusia bukanlah tugas kami, kecuali jika kalian yang memulai mengusik kami. Namun, apa boleh buat ketika kalian mendesak habitatku. Aku merasa sesak! Sungguhpun kalian tidak akan pernah mendengar jeritanku. Apakah kepedulian umat kalian tumbuh setelah malapetaka, korban berjatuhan, atau setelah merasakan kehilangan harta benda yang hanyut dalam keruhnya air di kedalaman, lalu tenggelam tak berbekas?

Itu pilihan kalian......

12 Oktober 2008

Mengenang

Flash back aja!

Ternyata mengenang masa SMA, lucu ya!

Memang berniat ingin membuka file-file tulisan pas SMA saya dulu, dan banyak memory jaman SMA yang sekelebat muncul dalam otak saya. Mulai dari cerita cinta, soulmate, sohib, kerjaan, organisasi, teman-teman dari segala macem background, bahkan sampai dunia "darkness", sedikit tahu tapi tak pernah ingin mencoba! Ternyata bahasa saya masih sangat polos dan cerita-cerita yang saya angkat masih komik-serial cantik banget. Hiii, tapi saya masih suka membacanya. Selain karena semua itu tulisan saya sendiri, ternyata tipe bacaan yang saya buat termasuk ringan dan sanggup membawa saya kembali ke masa-masa bersama teman-teman di jaman yang kata orang syurganya masa remaja.

Salah satu cerpen saya : ”Cinta untuk PIE”

Opening act :

Kenal kue Pie? Bukan itu jawabannya. Namanya Pieselya Mey Moon, tapi teman-teman memanggilnya Pie. Dan orangtuanya khusus memanggilnya, Sely. Jadi ada banyak cara untuk membuatnya berhenti berjalan ketika ada yang menyebutkan salah satu namanya. Gadis imut kelas dua SMA itu, paling suka mengoleksi model-model baju yang lagi up to date.

Hobi Pie yang lain adalah mendengarkan radio dan kirim-kirim atensi. Tapi dari hobinya yang satu ini bisa dibilang hobi yang bermasalah, dia sering dimarahi mamanya karena di saat bersamaan ketika dia sedang asyik menggunakan saluran telepon untuk request hits terbaru, mamanya juga sedang menunggu telepon dari suaminya yang berada di luar kota. Berkali-kali diperingatkan, Pie enggan mematuhinya. Sampai akhirnya uang jajannya terpaksa dipotong dan sejak saat itu dia benar-benar mendengarkan mamanya.

Inti ceritanya : Pie anak pindahan dari Jakarta punya cerita cinta segitiga antara Rakas, teman lamanya di Jakarta dan Ibey, teman barunya di Bandung yang dikenalnya dari Jesi, teman adik sepupunya “Celo”. Ibey terlanjur jatuh cinta pada Pie ketika Rakas sudah menyatakan kembali perasaannya dan memperbaiki hubungannya dengan Pie. Padahal Rakas dan Ibey sepupuan. Namun, bencana datang dalam kehidupan Ibey. Dan Rakas tahu mengenai perasaan Ibey. Atas azaz kasihan dan tidak enak hati dengan sepupunya itu, Rakas berencana membuat skenario aneh untuk Ibey.

Rakas memohon dengan sangat, agar Pie mau menerima Ibey jika Ibey menyatakan perasaannya nanti. Dan tibalah masa itu! Ternyata Pie kena batunya, ia jatuh cinta beneran pada pacar skenarionya itu. Dan ketika Rakas menanyakan kejelasan hubungan mereka, Pie bingung setengah hidup. Sampai akhirnya, Rena, mantan pacar Rakas yang masih memendam harap tak kesampean, membocorkan skenario Rakas dan Pie kepada Ibey. Mereka pun terlibat konflik! Aksi diam seribu bahasa sampai perdebatan panjang.

Di akhir cerita : Pie tetap tak bisa menentukan pilihannya. Rakas meneruskan study S2nya di London, lansung bergabung dengan perusahaan papanya di Jakarta tiga tahun kemudian. Sedangkan Ibey, dia menghabiskan waktunya bertahun-tahun untuk menggarap film terbarunya, yang dimainkan sendiri olehnya. Walhasil, Ibey menjadi aktor termuda yang paling diperhitungkan kemampuan beraktingnya dengan kemampuan multitalent-nya.. Dia menuruni bakat alamiah mamanya. Dan Pie, dia mendirikan sebuah butik di Bandung. Outletnya buka cabang dimana-mana, tapi centernya tetap di Bandung.

Closing act :

Mereka bertiga dipertemukan dalam sebuah ajang terbesar di Bandung. Rakas menjadi sponsor tunggal acara fashion show dengan tema pakaian musim panas. Dan modelnya adalah Ibey dengan balutan kain indah polesan dari butik milik Pie. Saat disebutkan siapa-siapa saja yang mendukung acara tersebut, Pie, Rakas, dan Ibey lah yang muncul di panggung besar itu. Ternyata cinta mereka bertiga lebih besar dari ego mereka masing-masing. Bahkan Ibey dan Rakas rela menyendiri hanya untuk mempersembahkan cinta yang paling tulus dari mereka, cinta untuk Pie.

Yah, beginilah kalau dulu terlalu banyak dapat asupan dari komik-komik serial cantik. Tapi beda lho dengan sinetron. Kalo sinetron, g banget deh kayaknya! Cuma emang teenleet banget. Sekarang pun masih suka komik seperti itu. Tapi harus berkembang juga sesuai umur, ada bacaan lain yang harus saya minati. Yang pastinya menambah pewacanaan, informasi, perbanyak kosakata dan gaya bahasa, dan pastinya saya sedang koleksi buku-buku berbau psikologi.

Ucapan Selamat untuk Sister

ney lagu kita buat di akhir penghujung taon 2007.
saat saya butuh inspirasi untuk kelanjutan hidup saya selepas SMA
dan saat saya butuh pelarian ketika penat dan jenuh

reff :
lebih dari apapun...
lebih dari segalanya..
kau tetap kan jadi, wanita terkuat

tiap hembus napasnya,
dalam detak jantungnya,
kau tetap kan jadi wanita terhebat....

(syair dias, arransement : akange)

wanita dalam syair itu adalah mami dan sister bagi saya ..
Lagu yang kunyanyikan special buat kakak saya, dan saya ucapkan
Hepy Bezde ya mba,,,

wiz u all d bez, ajah,

begitu yang saya tulis di fs nya, ada harapan besar bagi saya untuk bisa seperti mereka. wanita-wanita hebat yang tak kan ada duanya di dunia ini. wanita yang tak ingin bergantung pada siapapun, keras dalam hal tantangan, berani ambil resiko, tetapi tetap memiliki kehangatan untuk mencintai dan menyayangi orang-orang di sekitarnya.

sekarang fase 'tantangan' itu sedang saya alami. aku merasa sendiri mengayuh perahu ini. diantara derunya gelombang ombak yang kapan saja bisa memecahkan perahu pertahanan saya. tapi tak sedikitpun TUhan, saya ingin menyerah sekarang....

04 Oktober 2008

Bakti Sosial

Biro Sosial Masyarakat (SOSMA) BEM UNS 2008 menggelar Baksos, berbakti kepada sosial. Di samping, ada muka-mukanya keluarga SOSMA.

Kami merasakan ada kebahagiaan lebih besar dari perkiraan kami ketika mereka hanya akan memperoleh satu kantong berisikan beras, gula, dan mie instan. Bagi mereka bentuk semacam itu, sangat berarti. Dengan konsep acara tiga rangkaian. Para CS (Cleaning Service) secara cuma-cuma diberi kesempatan konsultasi kesehatan gratis dengan pakar PHBS (Pola Hidup Bersih dan Sehat). Kami mengambil tema ini karena pertimbangan akan sesuatu yang kadang dilupakan oleh ibu-ibu dan bapak-bapak cleaning service selama mereka melakukan rutinitas, membersihkan sampah-sampah dan semacamnya, untuk tetap waspada akan munculnya kecenderungan penyakit dari kuman-kuman yang sering mereka geluti. Pakar PHBS ini kami undang sebagai pembicara sukarelawan dari PMI Surakarta.

Setelah mereka mendapatkan penyuluhan dengan durasi waktu satu jam dan habis waktu mengkonsultasikan diri kepada pakarnya PHBS, CS dipersilahkan mengambil sembako gratis yang telah disiapkan panitia dengan pengkondisian tempat agar tidak berdesak-desakan dan tertib. Caranya adalah dengan membuat dua line dan penjagaan tiap line. Syukurlah, kami senang melihat respon mereka yang bersedia mengikuti aturan kami. Karena kami pun berpikir, demi keuntungan mereka pula. Selain, waktu pembagian lebih cepat dan teratur, secara tidak langsung mereka belajar saling menghormati kesempatan yang seharusnya menjadi hak orang lain.

Selanjutnya, CS yang telah menerima sembako gratis dapat meneruskan route ke lantai 2 gedung porsima, tempat pengobatan gratis. Tepatnya di Jalan Kentingan Kampus UNS. Ada dua ruangan yang disediakan oleh panitia yaitu, ruangan khusus ibu dan ruangan khusus bapak. Di dalam ruangan tersebut, mereka dipersilahkan cek kesehatan dan diberi obat gratis dari dokter yang kami undang sejumlah 8 orang.

The last action kami, kami bersyukur. Rangkaian acara telah dilangsungkan. Dan lancar. Yang paling berkesan adalah prosesnya, bukan hasil yang semata-mata kami lihat. Mudah-mudahan menjadikan yang berguna bagi orang-orang di sekeliling kami.

Saya jadi ingat, ketika saya pertama kali mencari data mengenai cleaning service UNS, 1 minggu sebelum pelaksanaan.

Ketika itu, saya menyusuri jalanan rindang area perpus-pusat. Sempat nyasar dikit, akhirnya kutemukan, dimana aku bisa mencari data tentang cleaning service UNS. Sebuah data datar yang tidak memberikan hal lebih selain informasi yang kuinginkan. Saat itu, sore hampir menyusuri jalan pulangnya dan langit mulai gelap. Tapi aku tak ingin sekedar mendapatkan dua lembar kertas berisikan nama, alamat, dan dari fakultas mana CS yang akan kami ajak meneluhkan keringat mereka.

Langkahku mulai membawa diriku jauh dari dua orang petugas pencatat data CS di serambi ruang belakang Gedung Press. Mataku masih berputar. Dan itu dia! Aku menemukan jawaban. Sebelum kuhampiri motor yang terparkir di bawah pohon dekat Gedung Percetakan itu, aku bertemu seorang wanita paruh baya.

Usia...sekitar 40..41..lah. Sudah lama tinggal di Solo. Asli Medan dan merantau di Solo mengikuti almarhum suami. Cucu lebih dari dua. Dan penghasilan 6000 rupiah kurang lebihnya per hari. Subhanallah! Aku berhenti berdecak ketika beliau menceritakan kondisinya. Ada perasaan hanyut akan pemikiran lain yang tiba-tiba mencuri perhatianku dari sang ibu ini.

6000 rupiah??? Itu senilai dengan uang yang kadang kita gunakan tak seperlunya. Atau kita akan terus merasa kurang jika kita dipasok senilai itu per hari. Hanya bisa protes. Mengeluh. Dan menyalahkan orang tua. Atau ada aksen-aksen lain yang kadang kita kurang bersyukur?

Tak hanya sampai di situ percakapan kami. Sang ibu masih ingin meneruskan ceritanya, sampai sulit bagiku mencari celah mempermisikan diri karena hari kian gelap. Namun, bagiku berbagi cerita dengan sang ibu memberikan banyak hikmah dan anugrah tak terhingga. Hikmah rasa syukur yang kadang terlupa. Dan anugrah pemikiran luar biasa dari semangat hidup sang ibu menghidupi cucu-cucunya yang masih kecil dengan segala keterbatasannya. Di akhir pertemuan kami, hanya senyum tulusnya yang membekas di ingatanku. Setelah itu....aku hanya melihat punggungnya menjauh dari langkahku.


(Moment : have been realized, 25th May 2008 @ Porsima BEM UNS)


02 Oktober 2008

Lebaran aja!

Pagi ini nampak berbeda. Orang-orang sibuk dengan dandanan baru, pakaian baru, sandal baru, mukena baru, dan sajadah baru yang akan dikenakan sholat Ied. Falsafah baru juga yang pastinya berbeda-beda, ada yang baru dicuci, baru dibeli, baru dikasih, atau bahkan ada yang baru dicicil. Sepintas saja aku memperhatikan yang seperti itu, tetap bukan itu pointerku. Aku ingin merasakan sisi lain di hari ini. ”Pemaknaan yang lebih dalam.”, kata seseorang yang pernah bilang padaku.

Yup! Kini keusilanku makin menjadi tak hanya teman-teman SMA ku dulu yang kena imbas sifat yang sudah berubun dalam kehidupanku ini. Teman-teman malang yang selalu kucuri buku diarynya. Lalu ku tuliskan sebagian curhatan mereka di kertas A4 ukuran huruf standar dengan Times New Roman pastinya. Dan kujadikan satu paket dalam novel karyaku, Karascha Viewee. ”Top, kan!”. Ibuku aja mengamini tindakanku ini. Dan mereka, teman-teman yang banyak memberikan inspirasi, sebuah perdebatan yang berakhir dengan ucapan terima kasih. ”Cha, kamu emang nyebelin, tapi thanks ya uda mengabadikan moment terpenting hidupku. Jadi lebih terarsip aja,,,heee”. Tuh, kan, mereka aja udah mengizinkan, jadi bukan lagi pembajakan. Termasuk yang satu ini ney, pagi ini, 1 Syawal, sebelum waktunya maap-maapan aku sengaja masuk kamar kakak sepupuku. Dan menemuinya, asyik membereskan buku-buku bertebaran di pangkuan dan area sekitar kakinya.

Langsung saja aku melirik meja belajarnya, ada pink blink-blink yang menarik. Dan bener banget, buku diary yang aku dapatkan. Langsung kubaca dan kutulis di sini. Pastinya, izin dulu kalau masalah public begini. Sedikit kubumbui dengan kata-kataku. Namun, tiba-tiba, klotak! Selembar kertas tak begitu tebal melayang dan jatuh tepat di samping kaki kananku. Upz, sebelum kubuka makin jauh aku melihat selembar foto yang terselip dari buku blink-blinknya.

Kira-kira apa ya??
Dia bilang, "nanti kamu juga tau sendiri. Di situ ada ceritanya semua", katanya lagi sambil menunjuk buku kesayangannya itu. Dan kisahnya ga lagi berlanjut di sini. Di part lain, pastinya. Karena setelah ini Karascha akan membahas edisi lebarannya.

01 Oktober 2008

Kids – OFF

Aku merasakannya. Sendu. Perlahan, pertama kalinya kubuka pintu tua yang berderit angker, terasa dingin. ”Kreiiittt...” berderit lebih pelan lagi, seolah tak ingin terusik anak-anak yang ada di dalamnya. Tak kubanyangkan di dalam gedung tua itu berisi makhluk kecil yang lucu-lucu, sebagian bengong-sebagian berdiri menunggu pelukanku. Penjamahan yang belum pernah kualami sebelumnya. Kini kurasakan, benar-benar dekat dan nyata. Mereka haus sekali, akan pelukan seperti ini.....perhatian seperti ini...dan kehangatan...
”Kids....”, aku bergumam sambil memerhatikan mereka. Ada nyawa baru di dalam gedung itu. Ada deritan lebih mengundang dari gedung itu. Daya tariknya sudah menyihirku untuk ingin.......dan ingin datang lagi.

”YPAB....(Yayasan Penyandang Anak Balita, Surakarta)”, dalam sebuah pembahasan disscuss di sebuah ruang sempit lantai dua. Justru dari sinilah aku mengenal YPAB. Dan dimulainya aktivitas rutinku.

Aku teringat ketika ide itu pertama kali bergulir. Kami akan melakukan ekspedisi di bulan Ramadhan di tempat itu. Konsep awal kami, memberikan bantuan tenaga sosial selama 1 bulan (tiga kali dalam seminggu), Selasa – Kamis – Sabtu, dan bingkisan ala kadarnya di akhir kunjungan kami. Itu awalnya, tapi lama-lama aku seperti merasakan sisi lain dari tempat itu. Seperti ada ikatan emosional di dalamnya. Terlalu mengikat tawa anak-anak itu, rintihan anak-anak itu, tangisan anak-anak itu, dan rengekan bayi-bayi di box. Ada dua puluh lima anak, tanpa ayah-tanpa ibu berlarian kian kemari mencari kehangatan. Ada tatapan haus akan kasih sayang, ada senyuman kering butuh perhatian, dan ekspresi lain yang belum bisa kudefinisikan satu per satu, yang pastinya ekspresi ingin dimengerti dengan posisi keterbatasan mereka. Ada tatapan rindu, akan pelukan. Ada keinginan, akan perhatian. Dan aku tak bisa berhenti memutar otakku, jika mereka adalah aku.

Tubuh kecil. Pakaian seadanya. Makanan kebersamaan, yang pastinya tak ada keinginan untuk bisa lagi...dan lagi. Tempat tidur yang terpetakkan. Ruang bermain satu petak. Ruang TV satu petak. Dan aku hanya bisa melihat orang-orang hilir mudik mengurus yang satu, kemudian yang satunya lagi yang menangis. Atau yang satunya lagi, yang berebut mainan di ujung pintu sebelah barat. Atau yang di pojok sana, ingin diperhatikan juga. Banyak sekali aksen mereka. Cara mereka mencari perhatian, butuh pelukan, atau sekedar sapaan. Tetap kembalinya pada satu hal, jumlah perawat yang terbatas dan tak semua ke-caper-an mereka berhasil mengundang perhatian perawat-perawat yang notabenenya, berpersonel 3 orang tiap hari, bekerja dari pagi hingga sore. Melelahkan, pasti. Satu hal lagi, aku belum mendengar seorang anak pun, memanggil sebutan manis........mamiii.....atau babeeeee.... seperti aku memanggil kedua orang tua ku. Sekali lagi aku tak ingin berhenti memutar otakku, jika mereka adalah aku. ”Hupp!!”, kutahan berat butiran halus yang hampir mengaliri pipiku.

Jika mereka adalah aku,,,,
Aku akan berteriak dan berkata,,,,
Apa sempat aku mengingat wajah kedua orang tuaku??? Atau sekedar mengingat aroma harum ibuku??? Atau sedikit saja mengingat hembusan lembut napas ibuku ketika pertama kali menggendongku dan meletakkanku di sini??? Apa sempat, Tuhan???

”Huff...”, aku menghela sedikit mencari kelegaan diantara himpitan pikiranku tentang mereka. Apa sempat mereka berpikir se-sensitif ini??
Atau justru mereka bisa lebih tegar dengan keberadaan mereka karena mereka mengalaminya sejak mereka belum mengerti arti kehilangan. Justru, aku yang merasa miris melihat bayi-bayi tergolek, tak ada yang menimangnya ketika mau tidur. Atau sekedar memegangi botol susunya agar nyaman tidurnya.
Semuanya hanya ingin kukembalikan pada-Mu, syukurku.....tak kan habis masa... ya Rabb.


Kids – off....
Chesa my inspiration...
Selalu ada tawa di pelukanku,,,
Tenang... dan mencari sendiri apa yang ia perlukan.
Lama duduk di pangkuanku. Bergulat dengan kerudungku. Sesekali memegangi bros di kerudungku. Lama....kian lama, ia tertidur dipangkuanku. Seandainya saja, ada peraturan kakak asuh,,,,,,
Inginnya.....
(Meski out of date, aku masih tetap mengunjunginya)

05 Agustus 2008

Risalah Malik bin Dinar

Ada kisah dari Amru Khalid “Bisikan dari Hati”, bercerita tentang Malik bin Dinar, seorang penghulu Tabi’in. pada awalnya, beliau adalah seorang pendosa yang sangat banyak mengerjakan maksiat, sampai-sampai, beliau pernah berkata tentang dirinya sendiri, ‘Tidak ada satu dosapun, kecuali aku pernah mengerjakannya’. Saya terus seperti itu sepanjang waktu. Saya juga sering menyakiti manusia dan merampas harta mereka, sampai suatu ketika, saya melihat seorang laki-laki yang sedang membeli manisan di sebuah pasar. Ia berkata kepada penjual, ‘Tambahilah manisannya, karena saya mempunyai tiga anak perempuan, dan sesungguhnya Rasullah telah memberi kabar gembira dengan surga bagi siapa saja yang membuat senang anak-anak putrinya’. Saat itu, hatiku tiba-tiba dijalari perasaan cinta kepada anak-anak perempuan. Sehingga akupun bercita-cita untuk menikah dan memiliki anak perempuan.
Hingga aku bertekad mengurangi maksiat sedikit demi sedikit. Akhirnya, sayapun dapat menikah dan dikaruniai seorang anak perempuan, sebagaimana yang aku minta kepada Allah, dan aku namai ‘Fatimah’. Saya sangat mencintainya.
Ketika Fatimah semakin besar, keimanan yang ada di dalam hatikupun semakin menguat, sedangkan kemaksiatanku semakin berkurang. Sehingga ketika anakku telah berumur tiga tahun, meskipun aku masih minum khamer, namun aku sudah jarang melakukannya. Sampai pada suatu hari, ketika aku sedang minum-minuman keras, tiba-tiba putriku memukul gelas yang sudah menempel di mulutku dengan telapak tangannya. Maka sayapun yakin bahwa Allah lah yang telah menggerakkan tangannya.
Kebahagiaanku bersama putriku terus berlangsung, sampai akhirnya, terjadilah suatu peristiwa yang menakjubkan. Tiba-tiba putriku meninggal. Maka saya pun kembali kepada kebiasaan maksiatku yang dulu, bahkan lebih jelek dari sebelumnya, sehingga aku hampir-hampir tidak pernah lepas dari minuman keras. Dan aku juga tidak memiliki iman yang bisa membuatku bersabar dengan kematiannya. Sampai pada suatu malam, aku bertekad untuk mabuk dengan kemabukan yang belum pernah kualami sebelumnya. Kemudian aku minum dan minum, sehingga jatuh tak sadarkan diri (karena mabuk). Dan di dalam tidur, saya melihat suatu mimpi yang menakjubkan.
Saya bermimpi, seakan-akan kiamat telah tiba, dan ketika itu terjadi kengerian yang biasa. Sedangkan seluruh manusia ketika itu dikumpulkan kepada Allah. Dan matahari telah didekatkan di atas kepala manusia. Sehingga diantara mereka ada yang tenggelam dalam keringatnya sampai mata kaki, ada juga yang tenggelam sampai kedua lututnya, ada yang sampai lehernya, bahkan ada yang berenang di dalam keringatnya sendiri.
Lalu dimulailah pemanggilan nama-nama manusia. Hal itu terus berlangsung sampai saya mendengar namaku dipanggil untuk menghadap kepada Allah Al-Jabbaar….saat itulah semua orang yang ada di sekeliling saya, bersembunyi dariku. Dan saya mendapati diriku sendirian saja untuk menghadapi hisab. Tiba-tiba, muncullah di hadapanku seekor ular yang besar sambil membuka mulutnya siap untuk menelanku. Maka akupun segera berlari dan berlari, sampai bertemu dengan seorang tua yang lemah, lalu aku berkata kepadanya, ‘Selamatkanlah aku, selamatkanlah aku dari ular ini….’.
Setelah itu, akupun segera berlari sekencang-kencangnya, sampai melihat kobaran api di depanku, sedangkan ular itu mengejar di belakangku. Aku terus berlari kencang, sehingga bertemu dengan seorang tua yang lemah sedang menangis karena melihat keadaanku, dan ia menunjukkan suatu jalan ke arah gunung. Sedangkan di atas gunung itu terdapat anak-anak kecil yang sedang berkumpul, mereka adalah anak-anak yang meninggal saat masih kecil, dan meninggalkan ayah dan ibu mereka hidup di dunia.
Tiba-tiba anak-anak itu memanggil nama anakku. Maka datanglah Fatimah, sehingga akupun mengenalinya, dan iapun mengenaliku. Kemudian ia memegangku dengan tangan kanannya, sedangkan tangan kirinya mengusir ular yang mengejarku. Sebagaimana yang pernah dilakukannya ketika masih di dunia. Saya pun tergetar, lalu berkata, ‘Wahai putriku, apakah ular besar yang mengejarku tadi?’, ‘Ia adalah amalan burukmu’. Jawabnya. ‘Lalu, siapakah lelaki tua dan lemah itu?’, ‘Dia adalah amalan baikmu, namun karena kamu telah melemahkannya, sehingga ia tidak dapat menyelamatkanmu. Dan kalau bukan karena aku yang mati di waktu kecil, niscaya kamu tidak akan mendapatkan orang yang menyelamatkanmu pada hari ini’. Kemudian ia memanggilku, seraya membacakan ayat “
“Belumlah tiba waktunya bagi orang-orang yang beriman agar khusyuk dan tunduk hatinya untuk mengingat Allah dan mematuhi kebenaran yang telah turun (kepada mereka).” (Q.S. AL-Hadid;57 : 16)
Tiba-tiba aku terbangun sambil berkata, ‘Sudah tiba wahai Rabb-ku, sudah tiba wahai Rabb-ku…..’ kemudian aku berdiri dan mandi, lalu mencoba untuk datang ke masjid. Dan ternyata, imam shalat ketika itu juga membaca ayat yang sama dengan ayat yang dibacakan anakku.
-selesai-

31 Juli 2008

Part 1

(Kuawali dari Karascha Ladenda)

Pernah mendengar Karascha Ladenda. Key, dia gadis kocak yang ingin mencurahkan kisahnya padaku. Malam itu, ketika dingin menyelimuti tubuhnya meski di kamar tak dinyalakan AC dan tak terbuka jendela secuil pun, tetap terasa seakan-akan batu es mengerumuni tubuhnya kian lama kian membekukan urat dan nadi. Dan aku menuliskannya dalam catatan sejarah perkembangan Kerajaan Hati, di zaman kejayaan Nurani dengan 3 Prasangka sebelum terbukti.

Mau tau lanjutan kisahnya, simak yang satu ini,,,,,

Karascha mencoba mengkisahkannya padaku,,,,

Yup, tiba-tiba hari ini aku bersemangat

Mendadak dadaku penuh luapan emosi, eitz jangan salah!

Dat’z de strongest feeling to keep d positive energize like a spirit.

Hufh!

Akhirnya aku bisa memutuskan sesuatu dengan tersenyum:

Pertama, aku ingin mengajak kalian flash back di kehidupan satu tahunku di kota “The Spirit of Java” alias Solo. Kota pembawa perubahan meski sedikit, nampak berarti bagiku.

Namun, melihat diriku yang sekarang pasca SMA yang kukira bisa diberi predikat lebih baik, banyak hal yang kudapat, kupelajari, dan kuusahakan untuk mengaplikasikannya, meski sekedar g ingin dibilang 'omdo'. Kurasakan aku sudah mulai berjalan ke jenjang yang lebih menantang bagiku dan perubahan dahsyat dalam diriku. Yang sebenarnya bisa ku koar-koarkan di sini, semua kisahnya. Namun, aku tetap ingin punya privasi dan biarkanlah itu terjadi

So, satu tahun yang kudapat di kota baruku ini hanya akan tertulis lengkap dalam sebuah catatan berjudul “ The Secret of My Notes”

Inti dari kisahku,

Di sinilah sesuatu telah menempaku, ditempat awal kuberpijak yang memberiku sambutan luar biasa pada awal diriku memutuskan mengenakan hijab.

Membuatku makin matang dengan segala kompleksitas permasalahan yang kutemui jauh berbeda dengan masa SMA dulu. Ketika kutahu selalu ada backing dari setiap masalah yang kutemui di sekolah, setiap kali pulang kerumah selalu ada sister yang kuajak diskusi. Namun, kini, semua jelas berbeda dengan kondisiku in de kost.

Segalanya menjadi benar-benar keputusanku seorang. Atau aku harus belajar mempercayai orang lain untuk menerima keluhku, meski itu sudah kucoba tapi belum pernah berhasil karena diriku belum menemukan seperti yang diberikan sister padaku. Kucurahkan semuanya, feed back yang realistis, arahan yang pasti, dan closing staatement dengan diskusi panjang dari sisi psikologis, moralistis, dan religius. I like it! Tapi itu semua tak kutemui lagi begitu aku berada di kota yang kukira aku takkan dapat beradaptasi baik di sini. Nyatanya, aku hampir berhasil menaklukkan Solo.

Perbaikan paling berarti bagiku, adalah semoga saja diriku ini makin mendekat pada-Nya. Dan kusyukuri nikmat yang satu ini.

(part 1)

To be continued…….

Part 2

(Solo, I’ll come back)

Aku ingin ketika kembali ke Solo besok, semua semangat baru lahir kembali pada diriku. Aku akan mengulang kembali masa-masa pertama kali menginjakkn kaki di Solo, dengan sekudang harapan yang baru tak bisa diterka, penuh tanya bahkan segudang bumbu keraguan. Tapi kini, aku sedikit banyak bisa merabanya dan tak lagi kasat mata bagiku. Aku lebih punya tujuan. Dan semuanya akan semakin jelas besok. Semuanya kuawali dari bawah, dengan usahaku untuk cita-cita, point target dan harapan orang-orang yang mengharapkanku lebih dari yang kupikirkan sendiri.

Kugiati segalanya dari nol,

dengan anggapan baru, orang-orang di sekelilingku yang memberikan banyak inspirasi, moment-moment berharga yang memberikan banyak asupan pembelajaran terpenting dalam hidupku, semua itu,,,,

semuanya, semua yang bagiku kenangan setahun lalu, akan kusimpan dalam koper teraman di hatiku tapi aku takkan membawanya kemanapun...

Aku akan lahir kembali,

dan hanya membawa tiga koper terpenting :

first, koper berisikan Keluarga (keluarga besar eyang & keluarga tercinta)

koper berisikan Sahabat (RPN, CDP, KL, HP) dan teman-teman

koper berisikan New Family from New Story in New Country (BEM, SOSMA

’08, INORI 3, PsyChologY ’07)

Begitu aku turun dari kereta, menghela napas panjang, menutup mata sekejap, lalu membukanya dan kurasakan semilir angin meniupi tubuhku dengan hawa kesegarannya, seraya berseru,,,,

”Solo, aku datang karena semangat baru dari ruh pembaharuan, yang Kau ciptakan, tentunya,”

Kan ku simpan setahun berlalu, dijadikan bingkisan termanis akhir tahun ini,

Dan kuharap, ketika detik yang kunanti-nanti, usiaku bertambah, bingkisan itu akan menjadi kado terindah dalam hidupku....

Hufh!!!

Aku menghempas napas dalam-dalam. Menjadikan dinding-dinding di kamarku pengharapan besar atas orang-orang berjasa dari kecilku hingga dewasaku, dari rumah lingkungan lama tempat masa kecilku tumbuh (11 tahun lalu) – masa remajaku di lingkungan yang memerlukan minat dan kemampuan beradaptasi dengan baik (2 tahun lalu) – hingga kini tempat pendewasaanku sedang kualami sendiri.

Ku hadapkan rebahanku ke tembok, bergeming sendiri pada malam yang tak berpenghuni, kemudian kupinta satu hal saja malam itu, sebelum ku pamitkan malam pada kantukku….

Ridhoi saya, ya Rabb,,,,,,,

(part 2)

To be continued….

Part 3

(25 Day for a Target Mission)

Gimana kalau saya membuat,,,

25 hari target,,,,

Saya ingin di tahun ini di bulan kedelapan, menjadikan perjalanan yang tak pernah terlupakan dengan tiga hal di bawah ini :

  • melakukan banyak kebaikan
  • perubahan terbesar dari sifat dasarku, menjadi saya yang lebih realistis
  • penyempurnaan makna dien dan pemaknaan hidup terdalam

semua kudedikasikan untuk :

mami, babe, mb uci, mz agung, mz tri, mb tiyah, ajeng, karina, charla, Jogja’s family, Pwt’s family, INORI’s family, n’ Sosma de spirit of our life,,,,

route dan rincinya, of the record,

menjadi catatan tersendiri bagi si pemilik misi ini,,,,

(part 3)

To be continued....

Part 4

(Something Wrong)

Pagi ini, Karascha menyempatkan diri mampir ke rumahku. Menceritakan banyak hal seputar pencapaian makna sebuah relationship, hubungna kerabat atau yang memiliki maksud lain semacam “iseng”,

Jika saya menganalogikan dari cerita yang saya dengar, Karascha memiliki pekarangan rumah yang sangat indah dan menarik bagi beberapa belalang yang ingin bermain di kebunnya. Beberapa belalang menggunakan caranya masing-masing untuk menarik perhatian Karascha yang masih enggan keluar dari benteng pertahanan di kamarnya. Pada awalnya belalang memang memperlihatkan tingkah laku yang membuat Karascha hampir berharap pada sebuah hubungan pada salah satu belalang, tapi semua amblas ketika Karascha meyakini bahwa mereka hanya berniat bermain di kebun milik Karascha. Sampai kini, belum ada yang berani mengetuk rumah Karascha atau bahkan mengetuk kamar Karascha. Perjalanan paling jauh yang pernah dilewati oleh salah ‘seorang belalang’ adalah sekedar duduk-duduk di teras rumah Karascha,,,

itu saja, setelah lama tak ada kabar dari ‘seorang belalang’ tersebut, Karascha menganalisa sendiri semua yang telah terjadi padanya belakangan ini, dan kesimpulannya....

telah terjadi kesalahan menurut parameter dan pandangannya terhadap para belalang-belalang tersebut....

Namun, saya ingin mengemas kata-kata itu lebih menarik dengan sebuah inisial,

kugunakan saja inisial “H”, berasal dari hopes, harapan bagi Karascha....

sebuah pengharapan,,,

Karascha merasa sudah saatnya membatasi dirinya terhadap perasaan-perasaan yang tak dapat dipertanggungjawabkan asal dan efeknya,

Perbincangan ini muncul dari mulutnya, karena belakangan ini dia merasa bahwa ada sesuatu yang perlu diperbaiki menurut cara pandangnya dalam menjalin sebuah hubungan,

Dia mulai mengangkat pembicaraan,

seperti ini,

Kini kutau, yang seharusnya dinamakan “H”, tak seperti ini adanya,,,

tak seperti kebanyakan pemikiran ataupun yang sering kudengar dari orang-orang di sekitarku,

tak selalu membahagiakan tapi tak selalu membuatmu sengsara pula,

bertuah kepada hakikatnya,

menjadi keseimbangan bagi kehidupan,

‘H’ itu, bukanlah pengekang diantara keinginan yang kau sebut ‘sebatas angan’

Tak demikikan, ‘H’ lebih kepada kebebasan,

Dianalogikan seperti ’Layang-Layang’,

Yang kau biarkan menari-menari di atas sana, artinya kebebasan...

Membiarkan kau mengendalikan kemana dia terbang, artinya kepercayaan...

Mengizinkanmu memegang ujung talinya untuk menghalau anging, artinya kebersamaan....

Tetap mempedulikanmu,

Memberimu energi besar,

Meski jauh, ia akan tetap ber-’ada’ untukmu, ketika kau mulai lelah menggenggam talinya ia akan turun perlahan dan mendekatimu,,,

hUagh!!!

Karascha menguap! Menutupi mulutnya sambil berpindah posisi dari tempatnya semula. Tadinya ia duduk di depanku kini lebih dekat berada tepat di samping kananku.

Matanya berputar, tanda ia berpikir, lalu mengempos sambil menyerahkan secarik kertas warna merah muda padaku. ”Bacalah!”, ucapnya sambil angkat bahu karena bersamaan dengan menyerahkan kertas itu aku bertanya, ”Apa ini?”

Dia bilang itu sebuah analogi dari CINTA,,,

Sedikit berbau science,,,,

Dan kembali dengan inisial ’L’ from ’Love’,

Tapi tetap kembali pada harfiah ’L’ itu sendiri, yaitu keindahan bagi yang dapat memaksimalkan fungsi ’L’, subjek yang bisa memanfaatkannya dan mempergunakannya di sisi yang benar,,,,

’L’ itu seperti ’Gravitasi’,,,,

Memberimu kasih, turun bersama tarikan ’pusat bumi’ dan tak mengharapkan balasan apapun atas nama Cinta Itu sendiri,,,,

Membuatnya sadar, bahwa perasaan seperti itu hanya boleh untuk Rabb-nya,,,

-2107-

(Part 4)

To be continued.....

Part 5

(Penghabisanku)

Malam ini, suasana sedikit mendung. Lebih dingin dari dua hari yang lalu. Aku mengotak-atik mp3 yang kan kugunakan untuk merekam lagu-lagu kakakku dengan gitar akustiknya. Berniat menyelami malam dengan lagu ciptaanku sendiri bersama kakakku yang paling jago mengaransemen syair buatanku, tiba-tiba konsentrasiku pecah berantakan. Baru saja akan dimulai, Karascha mengusik keasyikanku dengan deringan ponselku-sms singkat darinya.

- lima menit lagi aku sampai di rumahmu, ini cerita penghabisan dariku. Tolong dituliskan dalam notesmu, ya –

Aku tak bisa menolak dan benar saja ia datang dengan bingkisan coklat kesukanku. Tak apa, aku pikir, dia menggangguku. Hanya dengan coklat ini kesalku luluh seketika.

Ia mulai bercerita dan mengeluarkan semua uneg-unegnya.

Aku sendiri hanyut dalam kisah yang ia sebut ‘penghabisan’.

Dan mulai kucatat dalam memoriku tiap momen yang ia kisahkan.

Dalam notes ku, aku membuat kesimpulan seperti ini,

Selama hampir dua minggu berada di rumahnya, Karascha merasa dirinya lebih bisa berkonsentrasi dan siap jika sewaktu-waktu ia harus kembali ke Solo-dengan segudang amanah yang harus dirampungkannya, lebih bisa mengambil hikmah dari permasalahan yang menghinggapinya, lebih bisa menarik napas dalam-dalam untuk lebih rileks, dan pastinya lebih berenergi karena telah bertemu dengan keluarganya. Satu hal lagi, lebih bisa realistis dalam menilai orang-orang di sekitarnya. ”Luar biasa!”, begitu katanya sebagai closing statementnya.

Hal tersebut pun diakui Karascha bahkan ia menguatkannya,

-Kadang aku tak pernah tahu,

Jalan mana untuk bisa mendapatkan Ridho Allah SWT,

Ataupun perantara mana yang bisa menghantarkan ku pada keridhoan-Nya

Untuk itu, sebanyak mungkin kesempatan yang bertujuan memuliakan Allah, aku gunakan sebaik-baiknya.- (2607)

Ia melirik ke arahku dan memberiku kertas lain yang kemasannya lebih rapi dari yang pertama tadi. Kali ini lebih gelap warna kertasnya tapi tetap saja tak jauh dari unsur pink. ”Bacalah!”, katanya lagi. Aku pun turut dan membuka amplopnya lebih dulu.

Perlahan kubuka, dengan hati-hati kulepas kaitan pita di muka amplop berwarna merah maroon tersebut. Mencoba menerka-nerka apa isinya, dan seakan memuncak rasa penasaranku semakin menjadi. Begitu amplopnya berhasil terbuka, kini giliran lipatan suratnya kubuka, dan ternyata.....

Di dalamnya bertuliskan beberapa paragraf saja yang berbunyikan :

- Tiga hal saja yang perlu menjadi ingatan yang tertancap dalam memory-Q,,

Dan menjadikannya koper perbekalanku begitu kembali lagi menginjakkan kaki dengan kesempatan yang baru lagi ketika besok sampai di Solo-

Bahwa sebenarnya ada 3 hal yang berhak mendapatkan perhatian kita,

First, Penuhilah hak atas Rabb-mu

Penuhilah hak atas dirimu

Penuhilah hak atas keluargamu

Seperti yang tersirat dalam kalam-Nya,

”Para makhluk adalah keluarga ciptaan Allah SWT, sedangkan orang yang paling dicintai Allah SWT adalah orang yang paling bisa memberi manfaat kepada keluarganya”.

Begitulah kata-kata penghabisan Karascha. Dan semuanya terangkum dalam part to part yang kutuliskan di notesku. Sekembalinya di tempat yang terkenal dengan embel-embel ”PGS dan Kratonnya”, ia berusaha sekuat mungkin memprioritaskan keluarganya atas segala masalah yang menimpanya kini. Memang berat hari-harinya kelak, tapi demi kebaikan yang diinginkan keluarganya ia harus merelakan sesuatu terjadi padanya. Karena dia tak berpikir lagi tentang dirinya sendiri. Dan dia tetap berharap akan selalu ada sahabat, teman, dan rekan setia, sebagai pengganti keluarganya di sana, untuk memberikan dukungan terbesar padanya.

(Part 5)

The end!!