31 Juli 2008

Part 5

(Penghabisanku)

Malam ini, suasana sedikit mendung. Lebih dingin dari dua hari yang lalu. Aku mengotak-atik mp3 yang kan kugunakan untuk merekam lagu-lagu kakakku dengan gitar akustiknya. Berniat menyelami malam dengan lagu ciptaanku sendiri bersama kakakku yang paling jago mengaransemen syair buatanku, tiba-tiba konsentrasiku pecah berantakan. Baru saja akan dimulai, Karascha mengusik keasyikanku dengan deringan ponselku-sms singkat darinya.

- lima menit lagi aku sampai di rumahmu, ini cerita penghabisan dariku. Tolong dituliskan dalam notesmu, ya –

Aku tak bisa menolak dan benar saja ia datang dengan bingkisan coklat kesukanku. Tak apa, aku pikir, dia menggangguku. Hanya dengan coklat ini kesalku luluh seketika.

Ia mulai bercerita dan mengeluarkan semua uneg-unegnya.

Aku sendiri hanyut dalam kisah yang ia sebut ‘penghabisan’.

Dan mulai kucatat dalam memoriku tiap momen yang ia kisahkan.

Dalam notes ku, aku membuat kesimpulan seperti ini,

Selama hampir dua minggu berada di rumahnya, Karascha merasa dirinya lebih bisa berkonsentrasi dan siap jika sewaktu-waktu ia harus kembali ke Solo-dengan segudang amanah yang harus dirampungkannya, lebih bisa mengambil hikmah dari permasalahan yang menghinggapinya, lebih bisa menarik napas dalam-dalam untuk lebih rileks, dan pastinya lebih berenergi karena telah bertemu dengan keluarganya. Satu hal lagi, lebih bisa realistis dalam menilai orang-orang di sekitarnya. ”Luar biasa!”, begitu katanya sebagai closing statementnya.

Hal tersebut pun diakui Karascha bahkan ia menguatkannya,

-Kadang aku tak pernah tahu,

Jalan mana untuk bisa mendapatkan Ridho Allah SWT,

Ataupun perantara mana yang bisa menghantarkan ku pada keridhoan-Nya

Untuk itu, sebanyak mungkin kesempatan yang bertujuan memuliakan Allah, aku gunakan sebaik-baiknya.- (2607)

Ia melirik ke arahku dan memberiku kertas lain yang kemasannya lebih rapi dari yang pertama tadi. Kali ini lebih gelap warna kertasnya tapi tetap saja tak jauh dari unsur pink. ”Bacalah!”, katanya lagi. Aku pun turut dan membuka amplopnya lebih dulu.

Perlahan kubuka, dengan hati-hati kulepas kaitan pita di muka amplop berwarna merah maroon tersebut. Mencoba menerka-nerka apa isinya, dan seakan memuncak rasa penasaranku semakin menjadi. Begitu amplopnya berhasil terbuka, kini giliran lipatan suratnya kubuka, dan ternyata.....

Di dalamnya bertuliskan beberapa paragraf saja yang berbunyikan :

- Tiga hal saja yang perlu menjadi ingatan yang tertancap dalam memory-Q,,

Dan menjadikannya koper perbekalanku begitu kembali lagi menginjakkan kaki dengan kesempatan yang baru lagi ketika besok sampai di Solo-

Bahwa sebenarnya ada 3 hal yang berhak mendapatkan perhatian kita,

First, Penuhilah hak atas Rabb-mu

Penuhilah hak atas dirimu

Penuhilah hak atas keluargamu

Seperti yang tersirat dalam kalam-Nya,

”Para makhluk adalah keluarga ciptaan Allah SWT, sedangkan orang yang paling dicintai Allah SWT adalah orang yang paling bisa memberi manfaat kepada keluarganya”.

Begitulah kata-kata penghabisan Karascha. Dan semuanya terangkum dalam part to part yang kutuliskan di notesku. Sekembalinya di tempat yang terkenal dengan embel-embel ”PGS dan Kratonnya”, ia berusaha sekuat mungkin memprioritaskan keluarganya atas segala masalah yang menimpanya kini. Memang berat hari-harinya kelak, tapi demi kebaikan yang diinginkan keluarganya ia harus merelakan sesuatu terjadi padanya. Karena dia tak berpikir lagi tentang dirinya sendiri. Dan dia tetap berharap akan selalu ada sahabat, teman, dan rekan setia, sebagai pengganti keluarganya di sana, untuk memberikan dukungan terbesar padanya.

(Part 5)

The end!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar