17 Oktober 2008

ANALOGI AIR

Aku mulai melangkah lagi. Tanpa mengenyampingkan kehidupan lain yang terus berlalu lalang dalam hidupku. Ketika aku melihat Pak Tani yang lebih antusias memikirkan rakyat Indonesia untuk membantu setidaknya mengurangi import pangan pokok, ketimbang kondisi remaja kebanyakan yang asyik me-nyabu, nge-drugs, merokok, dan semacamnya yang sia-sia. Itu membuatku prihatin!

Tetap! Aku akan terus mangalir!
Mengamati dari kejauhan bahwa masih tetap ada yang memperhatikanku. Mengabadikan diriku yang masih bersih. Kemudian ada pula yang lebih tertarik pada kecanggihan manusia, seperti Devon dengan kameranya. Atau si kecil berambut panjang yang senantiasa bersyukur dengan keterbatasan dan kekurangannya. Subhanallah!
Kemudian aku kembali menoleh ke arah barat daya dari posisi Pak Tani yang tetap berjuang. Aku terus belajar memahami manusia. Terus bergulir bersama derunya ombak yang bergelombang. Menyigap sela-sela keramaian orang-orang pada kesibukkannya masing-masing. Bahkan manusia yang terlalu sibuk tidak pernah peduli pada lingkungannya. Sampai akhirnya, terkadang sekilas saja aku berpikir untuk meluapkan semua perlawanan dalam diriku. Ketika kecorobohan umat kalian menjadi salah satu penyumbang sebab kondisiku saat ini, ingin rasanya kaumku berkata dan berteriak keras bahwa aku ingin diriku yang bebas mengalir mengikuti arus kehidupanku tanpa sisa-sisa limbah dan sampah kehidupan dari kalian. Aku merasa kalian mulai merogoh ke dalam duniaku, menusuk dari belakang, merusak, dan menyakitiku.

Kini orang-orang sedang takluk pada kekuasaan tertinggi globalisasi, kemampuan terbesar era modernisasi. Plastik, pabrik kian banyak menjulang tapi kurang bertanggungjawab akan residu mereka, dan pencemaran mulai dari darat sampai udara bahkan diriku yang tak luput terkena imbasanya, serta kasus-kasus illegal logging yang semarak mewarnai head line koran tahun ini, telah merampas habis tempat peristirahatanku. Lupa akan diriku yang telah menghidupi kalian dengan kebermanfaatanku.

Aku akan lebih senang pada orang yang lupa daripada yang tidak menghargaiku atau pura-pura lupa untuk segala manfaat yang kemudian dicampakkan begitu saja. Atau bahkan, aku lebih benci lagi pada mereka yang pura-pura tidak tahu bahwa mereka telah merusak komunitasku, melukai habitatku, memenuhi wadah penolongku dengan racun hingga membuatku sesak sampai aku sendiri bingung, akan kukemanakan luapan perasaan yang telah menyumbat arus kehidupanku menjadi makin sumpek ini ?
Kalian egois! Kadang kalian serakah? Kalian selalu menyalahkanku ketika bencana datang. Ketika banjir menyulut kalian. Kalian selalu menyalahkan alam atas tragedi yang terjadi. Asal kalian tahu bahwa aku tidak pernah sedikit pun berniat merusak kehidupan kalian. Justru sebuah hubungan mutualisme yang menjadi ekspetasi dari lubuk hatiku untuk berinteraksi dengan kalian. Ketika kalian membutuhkan setetes air untuk makan, seember air untuk minum, atau bahkan sebak air untuk mandi. Tidak ada kata lain selain, jagalah diriku – rawatlah untuk anak cucumu selama aku masih bisa sejernih awan setelah hujan atau sebersih kulit bayi seperti setelah dilumuri minyak atsiri.

Tidakkah kalian berpikir untuk saling menjaga apa yang menjadi peran kita maisng-masing. Bukan karena keserakahan. Bukan karena kemalasan. Bukan pula karena ketidakpedulian kalian. Apa artinya pura-pura tidak tahu padahal kalian bisa berpikir dengan otak kalian untuk mengantisipasi setiap bencana daripada memusuhi alam. Alam dan diriku hanya berputar mengikuti musim. Bergerak mengikuti insting. Tak bisa berpikir tapi bisa merasakan bahwa mencelakai manusia bukanlah tugas kami, kecuali jika kalian yang memulai mengusik kami. Namun, apa boleh buat ketika kalian mendesak habitatku. Aku merasa sesak! Sungguhpun kalian tidak akan pernah mendengar jeritanku. Apakah kepedulian umat kalian tumbuh setelah malapetaka, korban berjatuhan, atau setelah merasakan kehilangan harta benda yang hanyut dalam keruhnya air di kedalaman, lalu tenggelam tak berbekas?

Itu pilihan kalian......

12 Oktober 2008

Mengenang

Flash back aja!

Ternyata mengenang masa SMA, lucu ya!

Memang berniat ingin membuka file-file tulisan pas SMA saya dulu, dan banyak memory jaman SMA yang sekelebat muncul dalam otak saya. Mulai dari cerita cinta, soulmate, sohib, kerjaan, organisasi, teman-teman dari segala macem background, bahkan sampai dunia "darkness", sedikit tahu tapi tak pernah ingin mencoba! Ternyata bahasa saya masih sangat polos dan cerita-cerita yang saya angkat masih komik-serial cantik banget. Hiii, tapi saya masih suka membacanya. Selain karena semua itu tulisan saya sendiri, ternyata tipe bacaan yang saya buat termasuk ringan dan sanggup membawa saya kembali ke masa-masa bersama teman-teman di jaman yang kata orang syurganya masa remaja.

Salah satu cerpen saya : ”Cinta untuk PIE”

Opening act :

Kenal kue Pie? Bukan itu jawabannya. Namanya Pieselya Mey Moon, tapi teman-teman memanggilnya Pie. Dan orangtuanya khusus memanggilnya, Sely. Jadi ada banyak cara untuk membuatnya berhenti berjalan ketika ada yang menyebutkan salah satu namanya. Gadis imut kelas dua SMA itu, paling suka mengoleksi model-model baju yang lagi up to date.

Hobi Pie yang lain adalah mendengarkan radio dan kirim-kirim atensi. Tapi dari hobinya yang satu ini bisa dibilang hobi yang bermasalah, dia sering dimarahi mamanya karena di saat bersamaan ketika dia sedang asyik menggunakan saluran telepon untuk request hits terbaru, mamanya juga sedang menunggu telepon dari suaminya yang berada di luar kota. Berkali-kali diperingatkan, Pie enggan mematuhinya. Sampai akhirnya uang jajannya terpaksa dipotong dan sejak saat itu dia benar-benar mendengarkan mamanya.

Inti ceritanya : Pie anak pindahan dari Jakarta punya cerita cinta segitiga antara Rakas, teman lamanya di Jakarta dan Ibey, teman barunya di Bandung yang dikenalnya dari Jesi, teman adik sepupunya “Celo”. Ibey terlanjur jatuh cinta pada Pie ketika Rakas sudah menyatakan kembali perasaannya dan memperbaiki hubungannya dengan Pie. Padahal Rakas dan Ibey sepupuan. Namun, bencana datang dalam kehidupan Ibey. Dan Rakas tahu mengenai perasaan Ibey. Atas azaz kasihan dan tidak enak hati dengan sepupunya itu, Rakas berencana membuat skenario aneh untuk Ibey.

Rakas memohon dengan sangat, agar Pie mau menerima Ibey jika Ibey menyatakan perasaannya nanti. Dan tibalah masa itu! Ternyata Pie kena batunya, ia jatuh cinta beneran pada pacar skenarionya itu. Dan ketika Rakas menanyakan kejelasan hubungan mereka, Pie bingung setengah hidup. Sampai akhirnya, Rena, mantan pacar Rakas yang masih memendam harap tak kesampean, membocorkan skenario Rakas dan Pie kepada Ibey. Mereka pun terlibat konflik! Aksi diam seribu bahasa sampai perdebatan panjang.

Di akhir cerita : Pie tetap tak bisa menentukan pilihannya. Rakas meneruskan study S2nya di London, lansung bergabung dengan perusahaan papanya di Jakarta tiga tahun kemudian. Sedangkan Ibey, dia menghabiskan waktunya bertahun-tahun untuk menggarap film terbarunya, yang dimainkan sendiri olehnya. Walhasil, Ibey menjadi aktor termuda yang paling diperhitungkan kemampuan beraktingnya dengan kemampuan multitalent-nya.. Dia menuruni bakat alamiah mamanya. Dan Pie, dia mendirikan sebuah butik di Bandung. Outletnya buka cabang dimana-mana, tapi centernya tetap di Bandung.

Closing act :

Mereka bertiga dipertemukan dalam sebuah ajang terbesar di Bandung. Rakas menjadi sponsor tunggal acara fashion show dengan tema pakaian musim panas. Dan modelnya adalah Ibey dengan balutan kain indah polesan dari butik milik Pie. Saat disebutkan siapa-siapa saja yang mendukung acara tersebut, Pie, Rakas, dan Ibey lah yang muncul di panggung besar itu. Ternyata cinta mereka bertiga lebih besar dari ego mereka masing-masing. Bahkan Ibey dan Rakas rela menyendiri hanya untuk mempersembahkan cinta yang paling tulus dari mereka, cinta untuk Pie.

Yah, beginilah kalau dulu terlalu banyak dapat asupan dari komik-komik serial cantik. Tapi beda lho dengan sinetron. Kalo sinetron, g banget deh kayaknya! Cuma emang teenleet banget. Sekarang pun masih suka komik seperti itu. Tapi harus berkembang juga sesuai umur, ada bacaan lain yang harus saya minati. Yang pastinya menambah pewacanaan, informasi, perbanyak kosakata dan gaya bahasa, dan pastinya saya sedang koleksi buku-buku berbau psikologi.

Ucapan Selamat untuk Sister

ney lagu kita buat di akhir penghujung taon 2007.
saat saya butuh inspirasi untuk kelanjutan hidup saya selepas SMA
dan saat saya butuh pelarian ketika penat dan jenuh

reff :
lebih dari apapun...
lebih dari segalanya..
kau tetap kan jadi, wanita terkuat

tiap hembus napasnya,
dalam detak jantungnya,
kau tetap kan jadi wanita terhebat....

(syair dias, arransement : akange)

wanita dalam syair itu adalah mami dan sister bagi saya ..
Lagu yang kunyanyikan special buat kakak saya, dan saya ucapkan
Hepy Bezde ya mba,,,

wiz u all d bez, ajah,

begitu yang saya tulis di fs nya, ada harapan besar bagi saya untuk bisa seperti mereka. wanita-wanita hebat yang tak kan ada duanya di dunia ini. wanita yang tak ingin bergantung pada siapapun, keras dalam hal tantangan, berani ambil resiko, tetapi tetap memiliki kehangatan untuk mencintai dan menyayangi orang-orang di sekitarnya.

sekarang fase 'tantangan' itu sedang saya alami. aku merasa sendiri mengayuh perahu ini. diantara derunya gelombang ombak yang kapan saja bisa memecahkan perahu pertahanan saya. tapi tak sedikitpun TUhan, saya ingin menyerah sekarang....

04 Oktober 2008

Bakti Sosial

Biro Sosial Masyarakat (SOSMA) BEM UNS 2008 menggelar Baksos, berbakti kepada sosial. Di samping, ada muka-mukanya keluarga SOSMA.

Kami merasakan ada kebahagiaan lebih besar dari perkiraan kami ketika mereka hanya akan memperoleh satu kantong berisikan beras, gula, dan mie instan. Bagi mereka bentuk semacam itu, sangat berarti. Dengan konsep acara tiga rangkaian. Para CS (Cleaning Service) secara cuma-cuma diberi kesempatan konsultasi kesehatan gratis dengan pakar PHBS (Pola Hidup Bersih dan Sehat). Kami mengambil tema ini karena pertimbangan akan sesuatu yang kadang dilupakan oleh ibu-ibu dan bapak-bapak cleaning service selama mereka melakukan rutinitas, membersihkan sampah-sampah dan semacamnya, untuk tetap waspada akan munculnya kecenderungan penyakit dari kuman-kuman yang sering mereka geluti. Pakar PHBS ini kami undang sebagai pembicara sukarelawan dari PMI Surakarta.

Setelah mereka mendapatkan penyuluhan dengan durasi waktu satu jam dan habis waktu mengkonsultasikan diri kepada pakarnya PHBS, CS dipersilahkan mengambil sembako gratis yang telah disiapkan panitia dengan pengkondisian tempat agar tidak berdesak-desakan dan tertib. Caranya adalah dengan membuat dua line dan penjagaan tiap line. Syukurlah, kami senang melihat respon mereka yang bersedia mengikuti aturan kami. Karena kami pun berpikir, demi keuntungan mereka pula. Selain, waktu pembagian lebih cepat dan teratur, secara tidak langsung mereka belajar saling menghormati kesempatan yang seharusnya menjadi hak orang lain.

Selanjutnya, CS yang telah menerima sembako gratis dapat meneruskan route ke lantai 2 gedung porsima, tempat pengobatan gratis. Tepatnya di Jalan Kentingan Kampus UNS. Ada dua ruangan yang disediakan oleh panitia yaitu, ruangan khusus ibu dan ruangan khusus bapak. Di dalam ruangan tersebut, mereka dipersilahkan cek kesehatan dan diberi obat gratis dari dokter yang kami undang sejumlah 8 orang.

The last action kami, kami bersyukur. Rangkaian acara telah dilangsungkan. Dan lancar. Yang paling berkesan adalah prosesnya, bukan hasil yang semata-mata kami lihat. Mudah-mudahan menjadikan yang berguna bagi orang-orang di sekeliling kami.

Saya jadi ingat, ketika saya pertama kali mencari data mengenai cleaning service UNS, 1 minggu sebelum pelaksanaan.

Ketika itu, saya menyusuri jalanan rindang area perpus-pusat. Sempat nyasar dikit, akhirnya kutemukan, dimana aku bisa mencari data tentang cleaning service UNS. Sebuah data datar yang tidak memberikan hal lebih selain informasi yang kuinginkan. Saat itu, sore hampir menyusuri jalan pulangnya dan langit mulai gelap. Tapi aku tak ingin sekedar mendapatkan dua lembar kertas berisikan nama, alamat, dan dari fakultas mana CS yang akan kami ajak meneluhkan keringat mereka.

Langkahku mulai membawa diriku jauh dari dua orang petugas pencatat data CS di serambi ruang belakang Gedung Press. Mataku masih berputar. Dan itu dia! Aku menemukan jawaban. Sebelum kuhampiri motor yang terparkir di bawah pohon dekat Gedung Percetakan itu, aku bertemu seorang wanita paruh baya.

Usia...sekitar 40..41..lah. Sudah lama tinggal di Solo. Asli Medan dan merantau di Solo mengikuti almarhum suami. Cucu lebih dari dua. Dan penghasilan 6000 rupiah kurang lebihnya per hari. Subhanallah! Aku berhenti berdecak ketika beliau menceritakan kondisinya. Ada perasaan hanyut akan pemikiran lain yang tiba-tiba mencuri perhatianku dari sang ibu ini.

6000 rupiah??? Itu senilai dengan uang yang kadang kita gunakan tak seperlunya. Atau kita akan terus merasa kurang jika kita dipasok senilai itu per hari. Hanya bisa protes. Mengeluh. Dan menyalahkan orang tua. Atau ada aksen-aksen lain yang kadang kita kurang bersyukur?

Tak hanya sampai di situ percakapan kami. Sang ibu masih ingin meneruskan ceritanya, sampai sulit bagiku mencari celah mempermisikan diri karena hari kian gelap. Namun, bagiku berbagi cerita dengan sang ibu memberikan banyak hikmah dan anugrah tak terhingga. Hikmah rasa syukur yang kadang terlupa. Dan anugrah pemikiran luar biasa dari semangat hidup sang ibu menghidupi cucu-cucunya yang masih kecil dengan segala keterbatasannya. Di akhir pertemuan kami, hanya senyum tulusnya yang membekas di ingatanku. Setelah itu....aku hanya melihat punggungnya menjauh dari langkahku.


(Moment : have been realized, 25th May 2008 @ Porsima BEM UNS)


02 Oktober 2008

Lebaran aja!

Pagi ini nampak berbeda. Orang-orang sibuk dengan dandanan baru, pakaian baru, sandal baru, mukena baru, dan sajadah baru yang akan dikenakan sholat Ied. Falsafah baru juga yang pastinya berbeda-beda, ada yang baru dicuci, baru dibeli, baru dikasih, atau bahkan ada yang baru dicicil. Sepintas saja aku memperhatikan yang seperti itu, tetap bukan itu pointerku. Aku ingin merasakan sisi lain di hari ini. ”Pemaknaan yang lebih dalam.”, kata seseorang yang pernah bilang padaku.

Yup! Kini keusilanku makin menjadi tak hanya teman-teman SMA ku dulu yang kena imbas sifat yang sudah berubun dalam kehidupanku ini. Teman-teman malang yang selalu kucuri buku diarynya. Lalu ku tuliskan sebagian curhatan mereka di kertas A4 ukuran huruf standar dengan Times New Roman pastinya. Dan kujadikan satu paket dalam novel karyaku, Karascha Viewee. ”Top, kan!”. Ibuku aja mengamini tindakanku ini. Dan mereka, teman-teman yang banyak memberikan inspirasi, sebuah perdebatan yang berakhir dengan ucapan terima kasih. ”Cha, kamu emang nyebelin, tapi thanks ya uda mengabadikan moment terpenting hidupku. Jadi lebih terarsip aja,,,heee”. Tuh, kan, mereka aja udah mengizinkan, jadi bukan lagi pembajakan. Termasuk yang satu ini ney, pagi ini, 1 Syawal, sebelum waktunya maap-maapan aku sengaja masuk kamar kakak sepupuku. Dan menemuinya, asyik membereskan buku-buku bertebaran di pangkuan dan area sekitar kakinya.

Langsung saja aku melirik meja belajarnya, ada pink blink-blink yang menarik. Dan bener banget, buku diary yang aku dapatkan. Langsung kubaca dan kutulis di sini. Pastinya, izin dulu kalau masalah public begini. Sedikit kubumbui dengan kata-kataku. Namun, tiba-tiba, klotak! Selembar kertas tak begitu tebal melayang dan jatuh tepat di samping kaki kananku. Upz, sebelum kubuka makin jauh aku melihat selembar foto yang terselip dari buku blink-blinknya.

Kira-kira apa ya??
Dia bilang, "nanti kamu juga tau sendiri. Di situ ada ceritanya semua", katanya lagi sambil menunjuk buku kesayangannya itu. Dan kisahnya ga lagi berlanjut di sini. Di part lain, pastinya. Karena setelah ini Karascha akan membahas edisi lebarannya.

01 Oktober 2008

Kids – OFF

Aku merasakannya. Sendu. Perlahan, pertama kalinya kubuka pintu tua yang berderit angker, terasa dingin. ”Kreiiittt...” berderit lebih pelan lagi, seolah tak ingin terusik anak-anak yang ada di dalamnya. Tak kubanyangkan di dalam gedung tua itu berisi makhluk kecil yang lucu-lucu, sebagian bengong-sebagian berdiri menunggu pelukanku. Penjamahan yang belum pernah kualami sebelumnya. Kini kurasakan, benar-benar dekat dan nyata. Mereka haus sekali, akan pelukan seperti ini.....perhatian seperti ini...dan kehangatan...
”Kids....”, aku bergumam sambil memerhatikan mereka. Ada nyawa baru di dalam gedung itu. Ada deritan lebih mengundang dari gedung itu. Daya tariknya sudah menyihirku untuk ingin.......dan ingin datang lagi.

”YPAB....(Yayasan Penyandang Anak Balita, Surakarta)”, dalam sebuah pembahasan disscuss di sebuah ruang sempit lantai dua. Justru dari sinilah aku mengenal YPAB. Dan dimulainya aktivitas rutinku.

Aku teringat ketika ide itu pertama kali bergulir. Kami akan melakukan ekspedisi di bulan Ramadhan di tempat itu. Konsep awal kami, memberikan bantuan tenaga sosial selama 1 bulan (tiga kali dalam seminggu), Selasa – Kamis – Sabtu, dan bingkisan ala kadarnya di akhir kunjungan kami. Itu awalnya, tapi lama-lama aku seperti merasakan sisi lain dari tempat itu. Seperti ada ikatan emosional di dalamnya. Terlalu mengikat tawa anak-anak itu, rintihan anak-anak itu, tangisan anak-anak itu, dan rengekan bayi-bayi di box. Ada dua puluh lima anak, tanpa ayah-tanpa ibu berlarian kian kemari mencari kehangatan. Ada tatapan haus akan kasih sayang, ada senyuman kering butuh perhatian, dan ekspresi lain yang belum bisa kudefinisikan satu per satu, yang pastinya ekspresi ingin dimengerti dengan posisi keterbatasan mereka. Ada tatapan rindu, akan pelukan. Ada keinginan, akan perhatian. Dan aku tak bisa berhenti memutar otakku, jika mereka adalah aku.

Tubuh kecil. Pakaian seadanya. Makanan kebersamaan, yang pastinya tak ada keinginan untuk bisa lagi...dan lagi. Tempat tidur yang terpetakkan. Ruang bermain satu petak. Ruang TV satu petak. Dan aku hanya bisa melihat orang-orang hilir mudik mengurus yang satu, kemudian yang satunya lagi yang menangis. Atau yang satunya lagi, yang berebut mainan di ujung pintu sebelah barat. Atau yang di pojok sana, ingin diperhatikan juga. Banyak sekali aksen mereka. Cara mereka mencari perhatian, butuh pelukan, atau sekedar sapaan. Tetap kembalinya pada satu hal, jumlah perawat yang terbatas dan tak semua ke-caper-an mereka berhasil mengundang perhatian perawat-perawat yang notabenenya, berpersonel 3 orang tiap hari, bekerja dari pagi hingga sore. Melelahkan, pasti. Satu hal lagi, aku belum mendengar seorang anak pun, memanggil sebutan manis........mamiii.....atau babeeeee.... seperti aku memanggil kedua orang tua ku. Sekali lagi aku tak ingin berhenti memutar otakku, jika mereka adalah aku. ”Hupp!!”, kutahan berat butiran halus yang hampir mengaliri pipiku.

Jika mereka adalah aku,,,,
Aku akan berteriak dan berkata,,,,
Apa sempat aku mengingat wajah kedua orang tuaku??? Atau sekedar mengingat aroma harum ibuku??? Atau sedikit saja mengingat hembusan lembut napas ibuku ketika pertama kali menggendongku dan meletakkanku di sini??? Apa sempat, Tuhan???

”Huff...”, aku menghela sedikit mencari kelegaan diantara himpitan pikiranku tentang mereka. Apa sempat mereka berpikir se-sensitif ini??
Atau justru mereka bisa lebih tegar dengan keberadaan mereka karena mereka mengalaminya sejak mereka belum mengerti arti kehilangan. Justru, aku yang merasa miris melihat bayi-bayi tergolek, tak ada yang menimangnya ketika mau tidur. Atau sekedar memegangi botol susunya agar nyaman tidurnya.
Semuanya hanya ingin kukembalikan pada-Mu, syukurku.....tak kan habis masa... ya Rabb.


Kids – off....
Chesa my inspiration...
Selalu ada tawa di pelukanku,,,
Tenang... dan mencari sendiri apa yang ia perlukan.
Lama duduk di pangkuanku. Bergulat dengan kerudungku. Sesekali memegangi bros di kerudungku. Lama....kian lama, ia tertidur dipangkuanku. Seandainya saja, ada peraturan kakak asuh,,,,,,
Inginnya.....
(Meski out of date, aku masih tetap mengunjunginya)