05 Agustus 2008

Risalah Malik bin Dinar

Ada kisah dari Amru Khalid “Bisikan dari Hati”, bercerita tentang Malik bin Dinar, seorang penghulu Tabi’in. pada awalnya, beliau adalah seorang pendosa yang sangat banyak mengerjakan maksiat, sampai-sampai, beliau pernah berkata tentang dirinya sendiri, ‘Tidak ada satu dosapun, kecuali aku pernah mengerjakannya’. Saya terus seperti itu sepanjang waktu. Saya juga sering menyakiti manusia dan merampas harta mereka, sampai suatu ketika, saya melihat seorang laki-laki yang sedang membeli manisan di sebuah pasar. Ia berkata kepada penjual, ‘Tambahilah manisannya, karena saya mempunyai tiga anak perempuan, dan sesungguhnya Rasullah telah memberi kabar gembira dengan surga bagi siapa saja yang membuat senang anak-anak putrinya’. Saat itu, hatiku tiba-tiba dijalari perasaan cinta kepada anak-anak perempuan. Sehingga akupun bercita-cita untuk menikah dan memiliki anak perempuan.
Hingga aku bertekad mengurangi maksiat sedikit demi sedikit. Akhirnya, sayapun dapat menikah dan dikaruniai seorang anak perempuan, sebagaimana yang aku minta kepada Allah, dan aku namai ‘Fatimah’. Saya sangat mencintainya.
Ketika Fatimah semakin besar, keimanan yang ada di dalam hatikupun semakin menguat, sedangkan kemaksiatanku semakin berkurang. Sehingga ketika anakku telah berumur tiga tahun, meskipun aku masih minum khamer, namun aku sudah jarang melakukannya. Sampai pada suatu hari, ketika aku sedang minum-minuman keras, tiba-tiba putriku memukul gelas yang sudah menempel di mulutku dengan telapak tangannya. Maka sayapun yakin bahwa Allah lah yang telah menggerakkan tangannya.
Kebahagiaanku bersama putriku terus berlangsung, sampai akhirnya, terjadilah suatu peristiwa yang menakjubkan. Tiba-tiba putriku meninggal. Maka saya pun kembali kepada kebiasaan maksiatku yang dulu, bahkan lebih jelek dari sebelumnya, sehingga aku hampir-hampir tidak pernah lepas dari minuman keras. Dan aku juga tidak memiliki iman yang bisa membuatku bersabar dengan kematiannya. Sampai pada suatu malam, aku bertekad untuk mabuk dengan kemabukan yang belum pernah kualami sebelumnya. Kemudian aku minum dan minum, sehingga jatuh tak sadarkan diri (karena mabuk). Dan di dalam tidur, saya melihat suatu mimpi yang menakjubkan.
Saya bermimpi, seakan-akan kiamat telah tiba, dan ketika itu terjadi kengerian yang biasa. Sedangkan seluruh manusia ketika itu dikumpulkan kepada Allah. Dan matahari telah didekatkan di atas kepala manusia. Sehingga diantara mereka ada yang tenggelam dalam keringatnya sampai mata kaki, ada juga yang tenggelam sampai kedua lututnya, ada yang sampai lehernya, bahkan ada yang berenang di dalam keringatnya sendiri.
Lalu dimulailah pemanggilan nama-nama manusia. Hal itu terus berlangsung sampai saya mendengar namaku dipanggil untuk menghadap kepada Allah Al-Jabbaar….saat itulah semua orang yang ada di sekeliling saya, bersembunyi dariku. Dan saya mendapati diriku sendirian saja untuk menghadapi hisab. Tiba-tiba, muncullah di hadapanku seekor ular yang besar sambil membuka mulutnya siap untuk menelanku. Maka akupun segera berlari dan berlari, sampai bertemu dengan seorang tua yang lemah, lalu aku berkata kepadanya, ‘Selamatkanlah aku, selamatkanlah aku dari ular ini….’.
Setelah itu, akupun segera berlari sekencang-kencangnya, sampai melihat kobaran api di depanku, sedangkan ular itu mengejar di belakangku. Aku terus berlari kencang, sehingga bertemu dengan seorang tua yang lemah sedang menangis karena melihat keadaanku, dan ia menunjukkan suatu jalan ke arah gunung. Sedangkan di atas gunung itu terdapat anak-anak kecil yang sedang berkumpul, mereka adalah anak-anak yang meninggal saat masih kecil, dan meninggalkan ayah dan ibu mereka hidup di dunia.
Tiba-tiba anak-anak itu memanggil nama anakku. Maka datanglah Fatimah, sehingga akupun mengenalinya, dan iapun mengenaliku. Kemudian ia memegangku dengan tangan kanannya, sedangkan tangan kirinya mengusir ular yang mengejarku. Sebagaimana yang pernah dilakukannya ketika masih di dunia. Saya pun tergetar, lalu berkata, ‘Wahai putriku, apakah ular besar yang mengejarku tadi?’, ‘Ia adalah amalan burukmu’. Jawabnya. ‘Lalu, siapakah lelaki tua dan lemah itu?’, ‘Dia adalah amalan baikmu, namun karena kamu telah melemahkannya, sehingga ia tidak dapat menyelamatkanmu. Dan kalau bukan karena aku yang mati di waktu kecil, niscaya kamu tidak akan mendapatkan orang yang menyelamatkanmu pada hari ini’. Kemudian ia memanggilku, seraya membacakan ayat “
“Belumlah tiba waktunya bagi orang-orang yang beriman agar khusyuk dan tunduk hatinya untuk mengingat Allah dan mematuhi kebenaran yang telah turun (kepada mereka).” (Q.S. AL-Hadid;57 : 16)
Tiba-tiba aku terbangun sambil berkata, ‘Sudah tiba wahai Rabb-ku, sudah tiba wahai Rabb-ku…..’ kemudian aku berdiri dan mandi, lalu mencoba untuk datang ke masjid. Dan ternyata, imam shalat ketika itu juga membaca ayat yang sama dengan ayat yang dibacakan anakku.
-selesai-