17 November 2008

everlasting moment!

Menurut KBBI Edisi ketiga, demisioner berarti keadaan tanpa kekuasaan (msl suatu kabinet dsb yang telah mengembalikan mandat kepada pemegang kedudukan berikutnya, tetapi masih melaksanakan tugas sehari-hari sambil menunggu dilantiknya kabinet yang baru). Begitulah saya mencoba memahami maknanya, tak sekedar membaca kontekstual dari buku yang ada dipangkuan saya ini. Siang ini saya melewati lorong kesepian. Benar-benar sepi! Dulu, paling tidak ada ibu-ibu yang stay on terus. Sekarang, nihil! Saat melangkah saya menganalogikan sendiri, bahwa dalam langkah saya ini ada dua langkah global, yaitu perubahan dan pelepasan. Itulah putaran roda yang terus akan menuntut pembaharuan. Utamanya saat menyinggung yang namanya kontinuitas sebuah lembaga pergerakan mahasiswa, tak selamanya tersambungkan oleh benang lurus yang tak kan pernah putus dan berganti. Selalu ada dinamikanya! Perubahan! Pembaharuan! Dan Pergantian Kader, artinya akan ada orang-orang baru disini. Itu variasi, namanya. Something different n pluralisasi! Not bad! Like it! Dan saya suka dinamika itu. Tapi sosok yang telah “ada” dan sudah saatnya berganti haluan pada “langkah lain”, seperti kakak-kakak saya mba Ririn, mba Sonia, mba Dita, mba Putri (Princess), mba Sri, dll yang akan selalu saya rindukan, sudah saatnya pula “harus berada di tempat lain dengan prioritas lain pula”. Inilah yang dinamakan “Pelepasan”. Bagian ini yang paling tidak saya sukai.

Sebelum melewati pos yang saya bilang tadi, “pembaharuan” pastinya akan ada masa “kosong”. Sebelum melalui pos yang saya bilang tadi, “pergantian” pastinya akan ada fase “lepas”. Apa yang kosong? Dan apa yang di lepas? Saya hanya bermain analogi saja. Karena jujur, demisioner tahun ini berbeda dengan sebelumnya. Karena di sini saya lebih merasa “kehilangan” ibu-ibu dan “sesepuh” (maaf jika saya menggunakan sebutan ini untuk orang-orang yang saya hormati dan banggakan, untuk orang-orang yang saya serap ilmunya ketika mereka ber”ulah”, untuk orang-orang yang banyak memberi saya referensi “pembelajaran” hidup, sikap-sikap pergerakan, dan pemikiran saya dalam menjelajahi roda kehidupan yang pastinya naik-turun. At least, untuk orang-orang yang banyak berkontribusi untuk BEM Berkobar).

Masa “kosong” inilah, yang saya pahami dengan sebutan “demisioner”. Karena tiba-tiba suasananya benar-benar sepi. Ibu-ibu lebih memilih at home, koz, atau opsi lain yang istilah baru ibu-ibu kalau ke sekre adalah “sekedar mampir”. Hikz! Melihat tujuan yang mereka usung, memang baik untuk pendewasaan kita-kita yang pastinya sudah saatnya tak selalu bergantung pada beliau-beliau. Tapi saya mengistilahkan sendiri kondisi yang terjadi sekarang ini…masa yang bisa dibilang benar-benar “kosong”. Pemahaman saya jatuh pada fase yang dibilang demisioner tadi, tapi saya sendiri merasa ragu antara masa demisioner ataukah sedih lebih dini? Karena kita masih punya satu proker “bout TO2” dan kita tak melihat lagi “sesepuh-sesepuh” kita. Sebenarnya apa sih, yang menjadi substansi “pas” untuk menyikapi masa-masa seperti ini? Menyiapkan kader dengan melepas kita-kita perlahan tapi menurut saya, ekstrem! Karena berdasarkan kurva penglihatan saya, ibu-ibu porsima tiba-tiba menghilang (ini istilah saya saja, meski sebenarnya mereka masih nongol dengan intensifitas yang berbeda dengan yang dulu). Yah, lagi-lagi sudah ada perubahan. Dari sini saja sudah terlihat jelas, konstruk perubahannya. Dan akan menanti perubahan-perubahan lainnya.

Masa “lepas” inilah, yang saya pahami sebagai masa didik buat kita-kita. Masa disaat yang “sepuh” mulai melangkah di tempat lain dan untuk prioritas yang lain pula. Masa-masa disaat yang muda (penerus estafetisasi berikutnya) meneruskan sebuah amanah yang kita bilang, “tonggak pergerak mahasiswa”, menjadi fase pembelajaran “berdikari” bagi kita. Mandiri tanpa dampingan para “sesepuh” yang notabenenya, selalu membantu dalam segala hal, pendampingan setiap moment, dukungan “real” menutupi kekurangan kita yang terkadang terlupa dan terlewat, tak sempat terpikirkan oleh kita tapi terjangkau oleh pemikiran para “sesepuh” kita. Huph! Saya menghela napas sebentar dan sudah saatnya menyadari lebih dini, waktunya telah tiba yaz! Presiden baru sudah dilantik dan perubahan besar akan terjadi setelah ini.


5 komentar:

  1. hiks...hiks....
    sedih baca dan mengingat kembali betapa manis kenangan yg uda kita lalui...
    (romantis banged ya...)
    semoga akan ada ibu2 lain nantinya yg akan selalu membimbing dan mengingatkan kami...
    atau minimal ibu - ibu BERKOBAR masih tetap selalu ada saat kami membutuhkannya...CD

    BalasHapus
  2. wuihh kuangen masa2 thu..
    sekalipun sy jarang bkunjung, tp tnyta sy jg rindu porsima & sosok yg ada d dlmny..
    skss truz untk pjuanganny ^^

    _kq mukaq gak da y??

    BalasHapus
  3. 2 lala: tak ad yg prlu di sedihkan lagi
    2 penantian pjg: iya, mba indah kmna y???

    BalasHapus
  4. tukang fotony marah kalee ma sy, jd sy dihilangkan, huhu.. betul2 marahkah tukang foto pd sy??

    oya skrg namaq gnti nie ^^

    BalasHapus
  5. 2 asma: ko ganti asma??
    artinya apa mba??

    BalasHapus