19 Desember 2009

Greeting

Great to Nda.

Dari nama yang Savana buat untuknya. Nama karena kelucuan dan badan Nda yang besar seperti Panda.

Ketika Kla Project mengatakan bahwa “kau nyanyikan untukku sebuah lagu tentang negeri di awan”. Bagi Savana “kau mainkan untukku sebuah kata tentang kesetiaan”. Awal yang tak terlupakan bagi Savana, duduk di bawah temaram lampu sore yang sirat di pelupuk kehidupan malam. Baginya sore itu adalah sejarah. Bagi orang lain, sore itu adalah terang seperti biasanya kota yang panas.

Pertama kalinya ia menerima ajakan Nda, seorang yang tengah dekat dan mencoba mendekatinya. Semua berawal dari stasiun di salah satu kota terpanas di Indonesia. Savana sendiri yang mengakui dari situlah akar perjalanan panjangnya akan menarik garis lurus pada semburan kata-kata yang tak pernah dikiaskan. Lugas dan serius. Sore itu Nda melakukan banyak kesaltingan. 27 Februari 2009. Nda tak seperti orang yang Savana kenal. Sangat…dan sangat bahagia. Itu yang Savana rasakan meski ia sedikit menafikan bahwa kebahagiaan itu karenanya.

Nda mulai berawal dari kata komitmen dan pilihan yang Nda jatuhkan pada Savana. Tak ada kata 'iya' ataupun 'tidak' saat itu. Savana hanya penasaran pada setiap tutur yang terucap serius, lugas, dan apa adanya. Kesederhanaan yang Nda perlihatkan adalah keyakinannya tentang satu hal, bahwa biarkan kata hatinya yang bicara mengikuti suara angin sore bergelayut menjelang maghrib.

Savana salut. Hikmat mendengarkan setiap celoteh Nda yang memang porsi bicaranya lebih lebar. Dibandingkan Savana yang lebih suka diam dalam keheningan. Hingga suara adzan menghentikan mereka untuk menghadap pada Rabb-Nya. Sebelum berpamitan Nda memberikan sesuatu yang manis pada Savana. Ia hanya mengingat Savana seorang ketika minta diantarkan ke stasiun. Manisan kecil, lucu, dan berfilosofi yang Nda berikan untuk Savana. Entah simbolisasi perhatian yang Nda persembahkan untuk Savana? Entah pula karena Nda sekedar membelikan Savana buah tangan dari perjalanannya. Bagi Savana, Nda telah berusaha memberikan hatinya dengan caranya sendiri. “Natural”, pikir Savana sore itu.

Bukanlah dari bentuk Savana memandangnya, bukan pula dari kuantitas pula. Namun, pada filosofi yang Nda katakan hanya untuk Savana seorang. Ia hanya membeli dua manisan. Satu untuk ibunya dan wanita yang sedang di depan matanya. Nda hanya ingin memiliki dua wanita terhebat dalam hidupnya. Ibu yang cantik jelita dan mulia hati, yang sedang menunggunya di rumah. Sore itu juga Nda berharap banyak pada Savana untuk mengisi ruang terpenting dalam hidup Nda. Manisan itu yang membuat Savana luluh meski tak sempat mengucapkan kepastian yang Nda tunggu. Tapi, Nda sepertinya tahu kalau Savana malu-malu mengakuinya. Dan Nda...lebih bisa dikatakan ke-GR-an saat itu. Dasar Nda! Terlalu PD memang. Tapi itulah yang mampu membawa Nda memasuki kehidupan Savana yang mungkin bagi orang lain adalah hutan belantara. Terlalu gelap dan rimbun. Rumit dan sulit diprediksi.

Savana pernah kecewa dengan alur hidup yang membawanya belajar menempa hidup ini lebih keras. Savana banyak menaruh paranoidisme pada kaum adam yang dianggapnya tak pernah serius. Savana pernah merasakan sakitnya di belenggu dalam ketidakadilan, dalam sebuah perasaan kehilangan seseorang terpenting dalam hidupnya yang seharusnya turut membimbingnya hingga dewasa. Sosok yang sampai sekarang Savana hormati tetapi tak pernah Savana rasakan hangatnya bimbingan beliau. At least, Savana merindukan sosok ayah, yang jiwanya menghilang sejak 13 tahun silam, meski raga tetaplah ada sebagai seorang ayah yang Savana kagumi.

19 tahun menghirup udara bebas, tak pernah Savana mengirimi kakaknya email yang berada nun jauh di sana dan mengatakan, baru saja ia diajak ‘serius’ oleh seorang Nda, yang baginya memberikan nuansa baru dalam hidupnya. Menggebu dan penuh keraguan bahwa perasaan senangnya akan menjadi boomerang baginya. Tepat kiranya, kakaknya hanya berpesan, “Fokus saja kuliah, masalah itu setelah lulus”.

Plazzz!! Savana terpuruk dalam gelapnya ruang ber-AC tempatnya berinteraksi dengan kakak yang biasa ia sebut ‘Sista’. Orang inilah orang paling di dengar oleh Savana tetapi memberikan pendapat lain tentang kehidupannya. Ia merasa telah tumbuh dewasa tetapi kenapa pilihannya tak didengar?

Savana tak putus asa dan terus berjuang hingga 6 bulan berselang. Ia tetap mempertahankan Nda dan hanya sesekali menceritakannya pada keluarganya. Hingga pada penghujung kuliah akhir semester, Savana menemukan bukti otentik keseriusannya untuk memilih next life story bagi seorang Savana dengan segala konsekuensinya. Semester ini, Savana dianugrahi IP tinggi yang membuktikan bahwa pilihannya tak membuat kuliahnya berantakan. Hingga akhirnya Savana mengizinkan Nda mengunjungi rumahnya dan bertemu dengan orang tuanya. Dari hari yang suci dan pertemuan yang Nda anggap sebuah momentum besar untuk bisa memasuki pintu gerbang menuju kehidupan yang Nda idam-idamkan bersama Savana. Dari bilik kecil yang hanya ada Nda, Savana dan kedua orang tuanya.

Nda mati-matian berdandan untuk memperlihatkan kesan baik di depan orang tua Savana. Bersikap manis yang membuat Savana geli sendiri tertawa di batin. Nda lucu jika sedang serius. Bicara sangat sopan dan tertata di depan orang tua Savana. Sekali lagi Savana ingin tertawa keras melihat Nda yang berjuang mati-matian mengambil hati orang tua Savana. “Gampang-gampang-sulit”, kata Nda. Yang paling penting kesan pertama. Alhasil, Nda berhasil membuat ayah Savana betah menemani Nda.

Pertemuan itu bukan jawaban atas harapan terbesar Nda untuk bisa mendampingi Savana dalam keseriusan hidup yang lebih lanjut ke depan. Setidaknya Nda mendapat satu gong awal untuk bisa membawa Savana dalam hidupnya. “Nda harus lulus kuliah dan kerja”, begitu ayah Savana berharap pada Nda. Bagi Nda itu adalah janji dan harus ia tepati. Nda akan kembali ke tempat Savana dan orang tuanya dengan ijazah. Tapi dasar Nda! Nda curang ingin tetap bisa bertemu ayah Savana tanpa pelunasan janji itu. Meski hanya sebatas guyonan sampai sekarang Nda tak pernah benar-benar melakukannya. Hal utama penghambatnya adalah ‘ke-galak-an’ Savana. Itulah yang menjadikan candu bagi Nda, Savana yang galak!

Savana tak berharap hubungan ini terlalu lama dalam tahap yang tak pernah Savana selami kecuali dengan Nda. Savana ingin segera menyudahi ketidakpastian dengan harapan baru. Namun, antara realita dan aturan normative yang Savana ketahui selama merentas ilmu. Di ujung malam yang tak bergeming, Savana tersujud dalam harap. Panjang dan hikmat…. Rabb..mudahkanlah agar Nda segera memenuhi janjinya. Tess! Pada tetesan akhir Savana merebah dalam kerinduan terbesarnya untuk bisa mendampingi Nda dalam susah dan bahagia, dalam deru perjuangan hidup Nda, dan setiap jejak Nda yang setapak perlahan menuju tempat terindah dari segalanya yang indah.