31 Juli 2008

Part 1

(Kuawali dari Karascha Ladenda)

Pernah mendengar Karascha Ladenda. Key, dia gadis kocak yang ingin mencurahkan kisahnya padaku. Malam itu, ketika dingin menyelimuti tubuhnya meski di kamar tak dinyalakan AC dan tak terbuka jendela secuil pun, tetap terasa seakan-akan batu es mengerumuni tubuhnya kian lama kian membekukan urat dan nadi. Dan aku menuliskannya dalam catatan sejarah perkembangan Kerajaan Hati, di zaman kejayaan Nurani dengan 3 Prasangka sebelum terbukti.

Mau tau lanjutan kisahnya, simak yang satu ini,,,,,

Karascha mencoba mengkisahkannya padaku,,,,

Yup, tiba-tiba hari ini aku bersemangat

Mendadak dadaku penuh luapan emosi, eitz jangan salah!

Dat’z de strongest feeling to keep d positive energize like a spirit.

Hufh!

Akhirnya aku bisa memutuskan sesuatu dengan tersenyum:

Pertama, aku ingin mengajak kalian flash back di kehidupan satu tahunku di kota “The Spirit of Java” alias Solo. Kota pembawa perubahan meski sedikit, nampak berarti bagiku.

Namun, melihat diriku yang sekarang pasca SMA yang kukira bisa diberi predikat lebih baik, banyak hal yang kudapat, kupelajari, dan kuusahakan untuk mengaplikasikannya, meski sekedar g ingin dibilang 'omdo'. Kurasakan aku sudah mulai berjalan ke jenjang yang lebih menantang bagiku dan perubahan dahsyat dalam diriku. Yang sebenarnya bisa ku koar-koarkan di sini, semua kisahnya. Namun, aku tetap ingin punya privasi dan biarkanlah itu terjadi

So, satu tahun yang kudapat di kota baruku ini hanya akan tertulis lengkap dalam sebuah catatan berjudul “ The Secret of My Notes”

Inti dari kisahku,

Di sinilah sesuatu telah menempaku, ditempat awal kuberpijak yang memberiku sambutan luar biasa pada awal diriku memutuskan mengenakan hijab.

Membuatku makin matang dengan segala kompleksitas permasalahan yang kutemui jauh berbeda dengan masa SMA dulu. Ketika kutahu selalu ada backing dari setiap masalah yang kutemui di sekolah, setiap kali pulang kerumah selalu ada sister yang kuajak diskusi. Namun, kini, semua jelas berbeda dengan kondisiku in de kost.

Segalanya menjadi benar-benar keputusanku seorang. Atau aku harus belajar mempercayai orang lain untuk menerima keluhku, meski itu sudah kucoba tapi belum pernah berhasil karena diriku belum menemukan seperti yang diberikan sister padaku. Kucurahkan semuanya, feed back yang realistis, arahan yang pasti, dan closing staatement dengan diskusi panjang dari sisi psikologis, moralistis, dan religius. I like it! Tapi itu semua tak kutemui lagi begitu aku berada di kota yang kukira aku takkan dapat beradaptasi baik di sini. Nyatanya, aku hampir berhasil menaklukkan Solo.

Perbaikan paling berarti bagiku, adalah semoga saja diriku ini makin mendekat pada-Nya. Dan kusyukuri nikmat yang satu ini.

(part 1)

To be continued…….

Part 2

(Solo, I’ll come back)

Aku ingin ketika kembali ke Solo besok, semua semangat baru lahir kembali pada diriku. Aku akan mengulang kembali masa-masa pertama kali menginjakkn kaki di Solo, dengan sekudang harapan yang baru tak bisa diterka, penuh tanya bahkan segudang bumbu keraguan. Tapi kini, aku sedikit banyak bisa merabanya dan tak lagi kasat mata bagiku. Aku lebih punya tujuan. Dan semuanya akan semakin jelas besok. Semuanya kuawali dari bawah, dengan usahaku untuk cita-cita, point target dan harapan orang-orang yang mengharapkanku lebih dari yang kupikirkan sendiri.

Kugiati segalanya dari nol,

dengan anggapan baru, orang-orang di sekelilingku yang memberikan banyak inspirasi, moment-moment berharga yang memberikan banyak asupan pembelajaran terpenting dalam hidupku, semua itu,,,,

semuanya, semua yang bagiku kenangan setahun lalu, akan kusimpan dalam koper teraman di hatiku tapi aku takkan membawanya kemanapun...

Aku akan lahir kembali,

dan hanya membawa tiga koper terpenting :

first, koper berisikan Keluarga (keluarga besar eyang & keluarga tercinta)

koper berisikan Sahabat (RPN, CDP, KL, HP) dan teman-teman

koper berisikan New Family from New Story in New Country (BEM, SOSMA

’08, INORI 3, PsyChologY ’07)

Begitu aku turun dari kereta, menghela napas panjang, menutup mata sekejap, lalu membukanya dan kurasakan semilir angin meniupi tubuhku dengan hawa kesegarannya, seraya berseru,,,,

”Solo, aku datang karena semangat baru dari ruh pembaharuan, yang Kau ciptakan, tentunya,”

Kan ku simpan setahun berlalu, dijadikan bingkisan termanis akhir tahun ini,

Dan kuharap, ketika detik yang kunanti-nanti, usiaku bertambah, bingkisan itu akan menjadi kado terindah dalam hidupku....

Hufh!!!

Aku menghempas napas dalam-dalam. Menjadikan dinding-dinding di kamarku pengharapan besar atas orang-orang berjasa dari kecilku hingga dewasaku, dari rumah lingkungan lama tempat masa kecilku tumbuh (11 tahun lalu) – masa remajaku di lingkungan yang memerlukan minat dan kemampuan beradaptasi dengan baik (2 tahun lalu) – hingga kini tempat pendewasaanku sedang kualami sendiri.

Ku hadapkan rebahanku ke tembok, bergeming sendiri pada malam yang tak berpenghuni, kemudian kupinta satu hal saja malam itu, sebelum ku pamitkan malam pada kantukku….

Ridhoi saya, ya Rabb,,,,,,,

(part 2)

To be continued….

Part 3

(25 Day for a Target Mission)

Gimana kalau saya membuat,,,

25 hari target,,,,

Saya ingin di tahun ini di bulan kedelapan, menjadikan perjalanan yang tak pernah terlupakan dengan tiga hal di bawah ini :

  • melakukan banyak kebaikan
  • perubahan terbesar dari sifat dasarku, menjadi saya yang lebih realistis
  • penyempurnaan makna dien dan pemaknaan hidup terdalam

semua kudedikasikan untuk :

mami, babe, mb uci, mz agung, mz tri, mb tiyah, ajeng, karina, charla, Jogja’s family, Pwt’s family, INORI’s family, n’ Sosma de spirit of our life,,,,

route dan rincinya, of the record,

menjadi catatan tersendiri bagi si pemilik misi ini,,,,

(part 3)

To be continued....

Part 4

(Something Wrong)

Pagi ini, Karascha menyempatkan diri mampir ke rumahku. Menceritakan banyak hal seputar pencapaian makna sebuah relationship, hubungna kerabat atau yang memiliki maksud lain semacam “iseng”,

Jika saya menganalogikan dari cerita yang saya dengar, Karascha memiliki pekarangan rumah yang sangat indah dan menarik bagi beberapa belalang yang ingin bermain di kebunnya. Beberapa belalang menggunakan caranya masing-masing untuk menarik perhatian Karascha yang masih enggan keluar dari benteng pertahanan di kamarnya. Pada awalnya belalang memang memperlihatkan tingkah laku yang membuat Karascha hampir berharap pada sebuah hubungan pada salah satu belalang, tapi semua amblas ketika Karascha meyakini bahwa mereka hanya berniat bermain di kebun milik Karascha. Sampai kini, belum ada yang berani mengetuk rumah Karascha atau bahkan mengetuk kamar Karascha. Perjalanan paling jauh yang pernah dilewati oleh salah ‘seorang belalang’ adalah sekedar duduk-duduk di teras rumah Karascha,,,

itu saja, setelah lama tak ada kabar dari ‘seorang belalang’ tersebut, Karascha menganalisa sendiri semua yang telah terjadi padanya belakangan ini, dan kesimpulannya....

telah terjadi kesalahan menurut parameter dan pandangannya terhadap para belalang-belalang tersebut....

Namun, saya ingin mengemas kata-kata itu lebih menarik dengan sebuah inisial,

kugunakan saja inisial “H”, berasal dari hopes, harapan bagi Karascha....

sebuah pengharapan,,,

Karascha merasa sudah saatnya membatasi dirinya terhadap perasaan-perasaan yang tak dapat dipertanggungjawabkan asal dan efeknya,

Perbincangan ini muncul dari mulutnya, karena belakangan ini dia merasa bahwa ada sesuatu yang perlu diperbaiki menurut cara pandangnya dalam menjalin sebuah hubungan,

Dia mulai mengangkat pembicaraan,

seperti ini,

Kini kutau, yang seharusnya dinamakan “H”, tak seperti ini adanya,,,

tak seperti kebanyakan pemikiran ataupun yang sering kudengar dari orang-orang di sekitarku,

tak selalu membahagiakan tapi tak selalu membuatmu sengsara pula,

bertuah kepada hakikatnya,

menjadi keseimbangan bagi kehidupan,

‘H’ itu, bukanlah pengekang diantara keinginan yang kau sebut ‘sebatas angan’

Tak demikikan, ‘H’ lebih kepada kebebasan,

Dianalogikan seperti ’Layang-Layang’,

Yang kau biarkan menari-menari di atas sana, artinya kebebasan...

Membiarkan kau mengendalikan kemana dia terbang, artinya kepercayaan...

Mengizinkanmu memegang ujung talinya untuk menghalau anging, artinya kebersamaan....

Tetap mempedulikanmu,

Memberimu energi besar,

Meski jauh, ia akan tetap ber-’ada’ untukmu, ketika kau mulai lelah menggenggam talinya ia akan turun perlahan dan mendekatimu,,,

hUagh!!!

Karascha menguap! Menutupi mulutnya sambil berpindah posisi dari tempatnya semula. Tadinya ia duduk di depanku kini lebih dekat berada tepat di samping kananku.

Matanya berputar, tanda ia berpikir, lalu mengempos sambil menyerahkan secarik kertas warna merah muda padaku. ”Bacalah!”, ucapnya sambil angkat bahu karena bersamaan dengan menyerahkan kertas itu aku bertanya, ”Apa ini?”

Dia bilang itu sebuah analogi dari CINTA,,,

Sedikit berbau science,,,,

Dan kembali dengan inisial ’L’ from ’Love’,

Tapi tetap kembali pada harfiah ’L’ itu sendiri, yaitu keindahan bagi yang dapat memaksimalkan fungsi ’L’, subjek yang bisa memanfaatkannya dan mempergunakannya di sisi yang benar,,,,

’L’ itu seperti ’Gravitasi’,,,,

Memberimu kasih, turun bersama tarikan ’pusat bumi’ dan tak mengharapkan balasan apapun atas nama Cinta Itu sendiri,,,,

Membuatnya sadar, bahwa perasaan seperti itu hanya boleh untuk Rabb-nya,,,

-2107-

(Part 4)

To be continued.....

Part 5

(Penghabisanku)

Malam ini, suasana sedikit mendung. Lebih dingin dari dua hari yang lalu. Aku mengotak-atik mp3 yang kan kugunakan untuk merekam lagu-lagu kakakku dengan gitar akustiknya. Berniat menyelami malam dengan lagu ciptaanku sendiri bersama kakakku yang paling jago mengaransemen syair buatanku, tiba-tiba konsentrasiku pecah berantakan. Baru saja akan dimulai, Karascha mengusik keasyikanku dengan deringan ponselku-sms singkat darinya.

- lima menit lagi aku sampai di rumahmu, ini cerita penghabisan dariku. Tolong dituliskan dalam notesmu, ya –

Aku tak bisa menolak dan benar saja ia datang dengan bingkisan coklat kesukanku. Tak apa, aku pikir, dia menggangguku. Hanya dengan coklat ini kesalku luluh seketika.

Ia mulai bercerita dan mengeluarkan semua uneg-unegnya.

Aku sendiri hanyut dalam kisah yang ia sebut ‘penghabisan’.

Dan mulai kucatat dalam memoriku tiap momen yang ia kisahkan.

Dalam notes ku, aku membuat kesimpulan seperti ini,

Selama hampir dua minggu berada di rumahnya, Karascha merasa dirinya lebih bisa berkonsentrasi dan siap jika sewaktu-waktu ia harus kembali ke Solo-dengan segudang amanah yang harus dirampungkannya, lebih bisa mengambil hikmah dari permasalahan yang menghinggapinya, lebih bisa menarik napas dalam-dalam untuk lebih rileks, dan pastinya lebih berenergi karena telah bertemu dengan keluarganya. Satu hal lagi, lebih bisa realistis dalam menilai orang-orang di sekitarnya. ”Luar biasa!”, begitu katanya sebagai closing statementnya.

Hal tersebut pun diakui Karascha bahkan ia menguatkannya,

-Kadang aku tak pernah tahu,

Jalan mana untuk bisa mendapatkan Ridho Allah SWT,

Ataupun perantara mana yang bisa menghantarkan ku pada keridhoan-Nya

Untuk itu, sebanyak mungkin kesempatan yang bertujuan memuliakan Allah, aku gunakan sebaik-baiknya.- (2607)

Ia melirik ke arahku dan memberiku kertas lain yang kemasannya lebih rapi dari yang pertama tadi. Kali ini lebih gelap warna kertasnya tapi tetap saja tak jauh dari unsur pink. ”Bacalah!”, katanya lagi. Aku pun turut dan membuka amplopnya lebih dulu.

Perlahan kubuka, dengan hati-hati kulepas kaitan pita di muka amplop berwarna merah maroon tersebut. Mencoba menerka-nerka apa isinya, dan seakan memuncak rasa penasaranku semakin menjadi. Begitu amplopnya berhasil terbuka, kini giliran lipatan suratnya kubuka, dan ternyata.....

Di dalamnya bertuliskan beberapa paragraf saja yang berbunyikan :

- Tiga hal saja yang perlu menjadi ingatan yang tertancap dalam memory-Q,,

Dan menjadikannya koper perbekalanku begitu kembali lagi menginjakkan kaki dengan kesempatan yang baru lagi ketika besok sampai di Solo-

Bahwa sebenarnya ada 3 hal yang berhak mendapatkan perhatian kita,

First, Penuhilah hak atas Rabb-mu

Penuhilah hak atas dirimu

Penuhilah hak atas keluargamu

Seperti yang tersirat dalam kalam-Nya,

”Para makhluk adalah keluarga ciptaan Allah SWT, sedangkan orang yang paling dicintai Allah SWT adalah orang yang paling bisa memberi manfaat kepada keluarganya”.

Begitulah kata-kata penghabisan Karascha. Dan semuanya terangkum dalam part to part yang kutuliskan di notesku. Sekembalinya di tempat yang terkenal dengan embel-embel ”PGS dan Kratonnya”, ia berusaha sekuat mungkin memprioritaskan keluarganya atas segala masalah yang menimpanya kini. Memang berat hari-harinya kelak, tapi demi kebaikan yang diinginkan keluarganya ia harus merelakan sesuatu terjadi padanya. Karena dia tak berpikir lagi tentang dirinya sendiri. Dan dia tetap berharap akan selalu ada sahabat, teman, dan rekan setia, sebagai pengganti keluarganya di sana, untuk memberikan dukungan terbesar padanya.

(Part 5)

The end!!

29 Juli 2008

My First Post

Hi Guys, This is my first Blog. I would love to tell you how happy I am....

This is just a test ..